Manusia hidup harus mempunyai pengharapan. Mengharapkan sesuatu yang sudah kelihatan dan nyata bukanlah pengharapan. Demikian pula mengharapkan sesuatu yang tidak pasti bukanlah sebuah pengharapan juga. Dengan demikian, apa yang dimaksud pengharapan? Pengharapan adalah menantikan sesuatu yang tidak kelihatan namun pasti (Roma 8:24). Pengharapan itu akan terasa kekuatannya apabila dialami secara pribadi. Bukan sekadar teori atau kata orang lain. Sehingga kekuatannya yang dahsyat benar-benar terasa. Ada tiga hal sehubungan dengan kekuatan sebuah pengharapan (the power of hope):
Pertama, pengharapan membuat seseorang bertahan di kala yang lain meninggal akibat kekejaman dan aniaya yang dihadapi. Seperti yang dialami oleh seorang tawanan Nazi Jerman yang selamat dari kekejaman Hitler. Tawanan ini dijebloskan ke dalam penjara bawah tanah yang pengap dan gelap, di mana kemungkinannya untuk bisa keluar hidup-hidup dari sana sangat kecil. Selain kondisi penjara yang bisa membuat nyali seseorang menjadi ciut, para tawanan ini pun diharuskan menjalankan kerja rodi dan kerapkali menerima hukuman yang berat dan sadis. Keadaan demikian menyebabkan para tawanan kamp konsentrasi Nazi itu satu persatu mati. Kematian mereka karena berbagai faktor, entah mati dikarenakan sakit, stress, tak mampu menahan siksaan yang kejam, atau lainnya. Dari sekian banyak para tawanan, hanya satu orang tawanan yang mampu bertahan hidup meski sudah 11 tahun mengalami penderitaan di kamp konsentrasi tersebut. Sampai akhirnya dia bebas dalam keadaan sehat. Hal yang mendukung pembebasannya disebabkan kekalahan Jerman dalam Perang Dunia II melawan tentara Sekutu. Orang-orang yang menyaksikan tawanan ini menjadi bertanya-tanya, apa rahasianya dia mampu bertahan hidup. Setelah ditanyakan, ternyata jawabannya adalah karena dia memiliki pengharapan. Dia berpengharapan bahwa suatu kali nanti penderitaan ini akan berakhir dan bisa menikmati udara segar di luar sana. Pengharapannya tidaklah sia-sia. Dia dibebaskan.
Kedua, pengharapan mampu membuat orang berhasil, meski berkali-kali gagal. Tanpa memiliki pengharapan manusia akan mengalami kegagalan yang berujung pada kehancuran. Seperti halnya kejadian yang menimpa seorang atlet renang internasional. Atlet ini telah berulangkali berhasil berenang dari Samudra Pasifik ke Samudra Atlantik tanpa menggunakan alat Bantu. Karena prestasinya ini, namanya tercatat dalam Guines Book of Record. Namun pada suatu kali dia gagal menyelesaikan tugasnya berenang dari Samudra Pasifik ke Samudra Atlantik. Setelah sampai di darat, para wartawan bertanya. Mengapa dia gagal? Jawabannya karena dia tidak mempunyai pengharapan. Dia tak melihat ujung dari pada lautan tersebut, semua yang dilihatnya hanyalah lautan. Akhirnya dia putus pengharapan. Hal ini membuatnya gagal mempertahankan rekornya sebagai atlet renang yang dapat mengarungi lautan bebas tanpa alat Bantu.
Ketiga, pengharapan membuat seseorang tetap tegar meski kematian sudah mendekat. Hal ini dialami teman saya sendiri. Dia menderita penyakit kanker stadium IV, dokter memvonisnya bahwa usianya hanya tinggal tiga bulan saja. Badannya kurus dan pucat. Berkali-kali dia menjalani chemotherapy tapi penyakitnya tidak kunjung sembuh. Bersyukur akhirnya dia bisa disembuhkan Tuhan melalui seorang hamba Tuhan. Meski rambutnya sudah dua kali digunduli, tapi dia pantang menyerah. Dalam menjalani sisa hidupnya dia setia melayani sebagai singer dan aktif di kelompo sel. Dan kepada teman-temannya yang senasib, dia juga memberikan penghiburan dan kekuatan. Semangat dalam pengharapannya ditularkan kepada teman-temannya dengan harapan agar mereka juga mampu tegar menghadapi kenyataan. Puji Tuhan, usia yang semula divonis hanya tiga bulan, mampu bertahan hingga tiga tahun. Hal ini tak lain karena pengharapannya kepada Tuhan begitu kuat. Sehingga mampu melawan penyakitnya. Inilah kekuatan sebuah pengharapan.
Alkitab menuliskan bahwa pengharapan itu diibaratkan seperti sauh yang kuat dan aman bagi jiwa kita (Ibrani 6:19). Tanpa sauh yang kuat, sebuah kapal tidak akan mungkin dapat berlayar dengan baik. Kapal itu akan terombang-ambing oleh gelombang lautan dan bahkan akan karam diterjang badai. Sebagai orang percaya, Yesuslah yang menjadi dasar pengharapan bagi setiap orang percaya (I Timotius 1:1). Yusuf merupakan salah satu figur orang yang sudah menikmati kekuatan sebuah pengharapan. Dia tidak menjadi goyah atau bimbang dengan keadaannya yang seolah semakin bertambah buruk secara manusia. Dia harus dibuang ke dalam sumur kering, dijual sebagai budak di negeri asing, menjadi budak Potifar, difitnah dan dimasukkan penjara. Padahal Tuhan sudah berjanji bahwa Yusuf akan menjadi orang besar dan berpengaruh. Sesuai dengan mimpi yang dimimpikannya. Meski harus melalui proses yang panjang, akhirnya pengharapannya itu terbukti dan tidak menjadi sia-sia. Dia menjadi orang nomor dua di Mesir. Semua orang sujud menyembah padanya. Mimpinya menjadi kenyataan. Inilah kekuatan sebuah pengharapan.
Kunci untuk mengalami kekuatan sebuah pengharapan adalah taat dan sabar menunggu waktunya Tuhan. Pengharapan itu sifatnya bukan sekarang, tapi yang akan datang. Oleh karena itu perlu kesabaran dalam menunggu pengharapan itu menjadi kenyataan. Dalam proses menunggu, dituntut ketaatan. Mengikuti rencana dan kehendak Tuhan. Tidak berjalan semau-maunya sendiri. Harus mengikuti jalur yang sudah ditetapkan Tuhan baginya. Dengan demikian, kuasa pengharapan itu akan terasa kekuatannya. Silakan coba rasakan dahsyatnya kekuatan sebuah pengharapan? (Diambil dari buku BINGKAI KEHIDUPAN karya Tony Tedjo, Penerbit AGAPE. Untuk pemesanan ke 081394401799 selama bulan Mei 2011 beli 2 gratis 1
)
Motto: "Mencerdaskan, Memberkati, Menjangkau"
Senin, 16 Mei 2011
Dibuka Kelas Sertifikat
Sekolah Menulis Alkitabiah (SOW) akan membuka kelas Sertifikat yang akan diadakan mulai tgl. 1 Juli 2011 selama 28 kali pertemuan @3 jam. Diadakan setiap Jumat jam 17.000-20.00 WIB bertempat di Jalan Cibadak 275 Bandung. Adapun materi yang akan diajarkan antara lain: Pengantar Perjanjian Baru, Pengantar Perjanjian Lama, Studi mengenai Allah dan Roh KUdus, Studi Mengenai Kristus dan KEselamatan, Studi Mengenai Akhir Zaman, Menulis Cerpen, Menulis Buku, Menulis Biografi, Menulis Renungan, Menyusun kata-kata, Mengatasi Hambatan Menulis, Manajemen Penerbitan Buku, Strategi Pemasaran, Seni Penyuntingan. Dengan para pengajar yang sudah berpengalaman di bidangnya (minimal berlatar belakang Sarjana Teologi). Daftarkan segera ke 081394401799 atau tonytedjo@gmail.com. Terbatas hanya 20 orang saja.
Minggu, 08 Mei 2011
Kata-kata Mutiara
Abraham Lincoln (Presiden AS ke-16)
“The Bible is the best gift God has ever given to man. All the good form the Savior of the world is communicated to us through this book.”
“Alkitab adalah pemberian Allah terbaik yang tidak bisa diberikan manusia. Semua yang baik dari juruselamat dunia diceritakan melalui buku ini.”
”Anda tidak akan mampu membangun sebuah karakter dan keberanian seseorang dengan merampas inisiatif dan kebebasannya.”
”Saya memang seorang yang melangkah dengan lambat, tetapi saya tidak akan pernah berjalan mundur ke belakang.”
”Pada akhirnya bukanlah tahun-tahun sepanjang hidupmu yang bermakna, namun hidupmu sepanjang tahun-tahun itu.”
”Saya lebih baik gagal dalam suatu tujuan yang pada akhirnya akan berhasil, daripada berhasil dalam suatu tujuan yang akhirnya akan gagal.”
”Hampir semua orang mampu menanggung kemalangan, tetapi jika Anda ingin menguji karakter seseorang, beri dia kekuasaan.”
(diambil dari buku 400 Mutiara Berharga karya Tony Tedjo. Untuk pemesanan hub. 081394401799, ada diskon khusus).
“The Bible is the best gift God has ever given to man. All the good form the Savior of the world is communicated to us through this book.”
“Alkitab adalah pemberian Allah terbaik yang tidak bisa diberikan manusia. Semua yang baik dari juruselamat dunia diceritakan melalui buku ini.”
”Anda tidak akan mampu membangun sebuah karakter dan keberanian seseorang dengan merampas inisiatif dan kebebasannya.”
”Saya memang seorang yang melangkah dengan lambat, tetapi saya tidak akan pernah berjalan mundur ke belakang.”
”Pada akhirnya bukanlah tahun-tahun sepanjang hidupmu yang bermakna, namun hidupmu sepanjang tahun-tahun itu.”
”Saya lebih baik gagal dalam suatu tujuan yang pada akhirnya akan berhasil, daripada berhasil dalam suatu tujuan yang akhirnya akan gagal.”
”Hampir semua orang mampu menanggung kemalangan, tetapi jika Anda ingin menguji karakter seseorang, beri dia kekuasaan.”
(diambil dari buku 400 Mutiara Berharga karya Tony Tedjo. Untuk pemesanan hub. 081394401799, ada diskon khusus).
Mengenal Agama Hindu, Buddha Khong Hu Cu
BAB 1.
PENGERTIAN AGAMA
Agama secara umum memiliki makna percaya kepada Tuhan atau kepada sesuatu kuasa yang gaib dan sakti, seperti dewa. Agama dan kepercayaan merupakan dua hal yang berbeda, namun sangat berhubungan. Agama memiliki makna yang lebih luas, yakni merujuk kepada satu sistem kepercayaan yang kohesif (melekat satu dengan yang lain) mengenai aspek ketuhanan. Sedangkan kepercayaan hanya melibatkan seorang individu, umumnya tidak bisa dianggap sebagai sebuah agama. Sebaliknya, agama haruslah melibatkan sebuah komunitas atau kumpulan manusia.
Selain itu, agama juga merupakan sebuah fenomena masyarakat yang dapat terlihat melalui beberapa hal berikut:
- Perlakuan. Seperti sembahyang, membuat sesaji, perayaan hari raya dan upacara;
- Sikap. Seperti rasa hormat, kasih ataupun takut kepada kuasa yang luar biasa, serta anggapan suci dan bersih terhadap agama;
- Pernyataan. Seperti jampi, mantera dan kalimat suci (ayat-ayat kitab suci);
- Benda-benda material. Nampak secara lahiriah seperti bangunan, (tempat ibadah). Contoh pure, kelenteng, atau vihara.
Kepercayaan yang dipercaya oleh umat beragama terbagi ke dalam dua kelompok, yaitu monoteisme dan politeisme. Monoteisme (berasal dari kata Yunani, monon = tunggal dan Theos = Tuhan), yaitu kepercayaan yang mempercayai bahwa Tuhan itu satu/tunggal, berkuasa penuh atas segala sesuatu.
Ada beberapa bentuk kepercayaan monoteisme, yaitu:
- Teisme, suatu istilah yang mengacu kepada keyakinan akan Tuhan yang ’pribadi’, artinya satu Tuhan dengana kepribadian yang khas, bukan sekadar suatu kekuatan ilahi saja;
- Deisme, merupakan bentuk monoteisme yang meyakini bahwa Tuhan itu ada, tetapi menolak gagasan bahwa Tuhan ini ikut campur di dalam dunia. Sifat Tuhan hanya dapat dikenal melalui nalar dan pengamatan terhadap alam. Mereka menolak hal-hal yang ajaib dan mengklaim bahwa suatu agama atau kitab suci memiliki pengenalan akan Tuhan;
- Teisme monistik, merupakan suatu bentuk monoteisme yang ada dalam agama Hindu, mencakup panenteisme (paham yang beranggapan bahwa Tuhan adalah ciptaan jiwa dalam suatu tubuh); monisme (paham yang beranggapan bahwa semua kehidupan adalah satu zat) dan pada saat yang sama juga mencakup konsep tentang Tuhan yang pribadi sebagai Yang Tertinggi, Mahakuasa, dan universal; panteisme, yaitu paham yang mengatakan bahwa alam sendiri itulah Tuhan.
Sedangkan politeisme (berasal dari kata Yunani polus = jamak dan Theos = Tuhan) adalah kepercayaan bahwa ada banyak Tuhan. Secara historis, banyak pemeluk politeis percaya akan keberadaan banyak Tuhan, tetapi mereka hanya menyembah satu saja, yang dianggap oleh si pemeluk itu sebagai Tuhan yang Mahatinggi. Praktek ini disebut henoteisme (paham yang percaya kepada satu dewa yang dipuja dalam banyak keberadaan); Panenteisme, yaitu suatu bentuk teisme yang berkeyakinan bahwa alam adalah bagian dari Tuhan, tetapi Tuhan tidaklah identik dengan alam. Menurut Hindu, alam adalah bagian dari Tuhan, tetapi Tuhan tidak sama dengan alam, melainkan mentrandensikannya; Monoteisme substansi berpendapat bahwa Tuhan yang banyak itu adalah perwujudan dari substansi yang satu, yang ada di belakangnya, bahwa substansi yang ada di belakangnya itulah Allah.
Selain orang-orang yang menganut monoteisme dan politeisme, ada juga yang menganut pandangan agnotisme dan ateisme. Agnotisme adalah pengakuan ketidaktahuan tentang Allah. Agnotisme tidak mengatakan bahwa tidak ada Allah, tetapi ia juga tidak menyatakan bahwa Allah ada. Ajaran ini menyatakan bahwa mustahil untuk mengetahui tentang Allah. Sedangkan ateisme adalah mereka yang percaya bahwa Allah tidak ada. Orang ateis tidak percaya bahwa Allah menciptakan manusia, sebaliknya mereka percaya bahwa manusialah yang menciptakan gagasan tentang Allah.
Sebagai umat beragama dalam meresponi umat beragama lain ada 4 sikap, yaitu: Ekslusivisme, bersikap bahwa hanya agama yang dianutnyalah yang benar, sedangkan di dalam kepercayaan lain tidak mengandung kebenaran; Inklusivisme, yakni meyakini bahwa agamanya yang benar, namun di luar kepercayaannya tersebut terdapat juga kebenaran; Pararelisme, yaitu menyejajarkan bagian-bagian yang memiliki kesamaan tanpa mempertentangkannya; Pluralisme adalah sikap yang menerima, menghargai, dan memandang agama lain sebagai agama yang baik, serta memiliki jalan keselamatan. Dalam perspektif pandangan seperti ini, maka tiap umat beragama terpanggil untuk membina hubungan solidaritas, dialog dan kerjasama dalam rangka mewujudkan kehidupan yang lebih baik dan lebih berpengharapan. (diambil dari buku Mengenal Agama Hindu, Buddha,Khong Hu Cu karya Tony Tedjo. Untuk pemesanan hubungi 081394401799. ada diskon khusus)
PENGERTIAN AGAMA
Agama secara umum memiliki makna percaya kepada Tuhan atau kepada sesuatu kuasa yang gaib dan sakti, seperti dewa. Agama dan kepercayaan merupakan dua hal yang berbeda, namun sangat berhubungan. Agama memiliki makna yang lebih luas, yakni merujuk kepada satu sistem kepercayaan yang kohesif (melekat satu dengan yang lain) mengenai aspek ketuhanan. Sedangkan kepercayaan hanya melibatkan seorang individu, umumnya tidak bisa dianggap sebagai sebuah agama. Sebaliknya, agama haruslah melibatkan sebuah komunitas atau kumpulan manusia.
Selain itu, agama juga merupakan sebuah fenomena masyarakat yang dapat terlihat melalui beberapa hal berikut:
- Perlakuan. Seperti sembahyang, membuat sesaji, perayaan hari raya dan upacara;
- Sikap. Seperti rasa hormat, kasih ataupun takut kepada kuasa yang luar biasa, serta anggapan suci dan bersih terhadap agama;
- Pernyataan. Seperti jampi, mantera dan kalimat suci (ayat-ayat kitab suci);
- Benda-benda material. Nampak secara lahiriah seperti bangunan, (tempat ibadah). Contoh pure, kelenteng, atau vihara.
Kepercayaan yang dipercaya oleh umat beragama terbagi ke dalam dua kelompok, yaitu monoteisme dan politeisme. Monoteisme (berasal dari kata Yunani, monon = tunggal dan Theos = Tuhan), yaitu kepercayaan yang mempercayai bahwa Tuhan itu satu/tunggal, berkuasa penuh atas segala sesuatu.
Ada beberapa bentuk kepercayaan monoteisme, yaitu:
- Teisme, suatu istilah yang mengacu kepada keyakinan akan Tuhan yang ’pribadi’, artinya satu Tuhan dengana kepribadian yang khas, bukan sekadar suatu kekuatan ilahi saja;
- Deisme, merupakan bentuk monoteisme yang meyakini bahwa Tuhan itu ada, tetapi menolak gagasan bahwa Tuhan ini ikut campur di dalam dunia. Sifat Tuhan hanya dapat dikenal melalui nalar dan pengamatan terhadap alam. Mereka menolak hal-hal yang ajaib dan mengklaim bahwa suatu agama atau kitab suci memiliki pengenalan akan Tuhan;
- Teisme monistik, merupakan suatu bentuk monoteisme yang ada dalam agama Hindu, mencakup panenteisme (paham yang beranggapan bahwa Tuhan adalah ciptaan jiwa dalam suatu tubuh); monisme (paham yang beranggapan bahwa semua kehidupan adalah satu zat) dan pada saat yang sama juga mencakup konsep tentang Tuhan yang pribadi sebagai Yang Tertinggi, Mahakuasa, dan universal; panteisme, yaitu paham yang mengatakan bahwa alam sendiri itulah Tuhan.
Sedangkan politeisme (berasal dari kata Yunani polus = jamak dan Theos = Tuhan) adalah kepercayaan bahwa ada banyak Tuhan. Secara historis, banyak pemeluk politeis percaya akan keberadaan banyak Tuhan, tetapi mereka hanya menyembah satu saja, yang dianggap oleh si pemeluk itu sebagai Tuhan yang Mahatinggi. Praktek ini disebut henoteisme (paham yang percaya kepada satu dewa yang dipuja dalam banyak keberadaan); Panenteisme, yaitu suatu bentuk teisme yang berkeyakinan bahwa alam adalah bagian dari Tuhan, tetapi Tuhan tidaklah identik dengan alam. Menurut Hindu, alam adalah bagian dari Tuhan, tetapi Tuhan tidak sama dengan alam, melainkan mentrandensikannya; Monoteisme substansi berpendapat bahwa Tuhan yang banyak itu adalah perwujudan dari substansi yang satu, yang ada di belakangnya, bahwa substansi yang ada di belakangnya itulah Allah.
Selain orang-orang yang menganut monoteisme dan politeisme, ada juga yang menganut pandangan agnotisme dan ateisme. Agnotisme adalah pengakuan ketidaktahuan tentang Allah. Agnotisme tidak mengatakan bahwa tidak ada Allah, tetapi ia juga tidak menyatakan bahwa Allah ada. Ajaran ini menyatakan bahwa mustahil untuk mengetahui tentang Allah. Sedangkan ateisme adalah mereka yang percaya bahwa Allah tidak ada. Orang ateis tidak percaya bahwa Allah menciptakan manusia, sebaliknya mereka percaya bahwa manusialah yang menciptakan gagasan tentang Allah.
Sebagai umat beragama dalam meresponi umat beragama lain ada 4 sikap, yaitu: Ekslusivisme, bersikap bahwa hanya agama yang dianutnyalah yang benar, sedangkan di dalam kepercayaan lain tidak mengandung kebenaran; Inklusivisme, yakni meyakini bahwa agamanya yang benar, namun di luar kepercayaannya tersebut terdapat juga kebenaran; Pararelisme, yaitu menyejajarkan bagian-bagian yang memiliki kesamaan tanpa mempertentangkannya; Pluralisme adalah sikap yang menerima, menghargai, dan memandang agama lain sebagai agama yang baik, serta memiliki jalan keselamatan. Dalam perspektif pandangan seperti ini, maka tiap umat beragama terpanggil untuk membina hubungan solidaritas, dialog dan kerjasama dalam rangka mewujudkan kehidupan yang lebih baik dan lebih berpengharapan. (diambil dari buku Mengenal Agama Hindu, Buddha,Khong Hu Cu karya Tony Tedjo. Untuk pemesanan hubungi 081394401799. ada diskon khusus)
Kata Pengantar buku Mengenal Agama Hindu, Buddha Khong Hu Cu
KATA PENGANTAR EDISI KEDUA
Mempelajari latar belakang, pengajaran, serta perkembangan dari tiga agama besar duni, yaitu: Agama Hindu, Buddha, dan Khong Hu Cu, sangatlah menarik dan penting sebagai suatu study perbandingan agama. Apalagi ketiga agama besar tersebut di Indonesia telah disahkan menjadi agama resmi oleh negara. Perlu untuk lebih mengenal lebih jauh seperti apa sebenarnya agama-agama tersebut. Sehingga di kemudian hari tidak terjadi kesalahpahaman dalam menilai ajaran mereka.
Ada beberapa keuntungan sewaktu kita mempelajari agama-agama di luar Kristen, yaitu: Pertama, untuk mengembangkan sikap tenggang rasa dan menghormati sesama pemeluk agama. Kedua, dapat menjadi jembatan penginjilan. Apabila di kemudian hari berhadapan dengan orang yang berlatar belakang kepercayaan dari ketiga agama ini, maka berita Injil dapat disampaikan melalui cara berpikir dari kepercayaan yang mereka anut.
Dengan berbekal pengetahuan dari berbagai sumber, baik kepustakaan buku-buku dan bahan dari internet, penulis juga mengumpulkan bahan-bahan buku ini melalui study banding dengan mewawancarai para tokoh dari masing-masing agama tersebut. Selain itu diperkaya dengan hasil pemikiran dan diskusi dengan para mahasiswa sewaktu mengampu mata kuliah Teologi Agama-agama: Agama Hindu, Buddha, dan Khong Hu Cu. Dari beberapa sumber inilah penulis memberanikan diri menyusun buku ini sebagai bahan referensi untuk mengenal lebih dekat ketiga agama tersebut.
Akhirnya, harapan penulis kiranya buku sederhana yang masih terdapat kekurangan ini dapat memberikan sumbangsih bagi para hamba Tuhan, dosen, mahasiswa, dan semua kalangan yang hendak mengenal lebih dekat dari ketiga agama besar dunia ini dengan mempelajari agama-agama di luar Kristen (Teologi Religionum/teologi perbandingan agama). Saran dan kritik saudara sangat membantu dalam meningkatkan isi buku ini.
Bandung, April 2011
Penulis
Tony Tedjo
Mempelajari latar belakang, pengajaran, serta perkembangan dari tiga agama besar duni, yaitu: Agama Hindu, Buddha, dan Khong Hu Cu, sangatlah menarik dan penting sebagai suatu study perbandingan agama. Apalagi ketiga agama besar tersebut di Indonesia telah disahkan menjadi agama resmi oleh negara. Perlu untuk lebih mengenal lebih jauh seperti apa sebenarnya agama-agama tersebut. Sehingga di kemudian hari tidak terjadi kesalahpahaman dalam menilai ajaran mereka.
Ada beberapa keuntungan sewaktu kita mempelajari agama-agama di luar Kristen, yaitu: Pertama, untuk mengembangkan sikap tenggang rasa dan menghormati sesama pemeluk agama. Kedua, dapat menjadi jembatan penginjilan. Apabila di kemudian hari berhadapan dengan orang yang berlatar belakang kepercayaan dari ketiga agama ini, maka berita Injil dapat disampaikan melalui cara berpikir dari kepercayaan yang mereka anut.
Dengan berbekal pengetahuan dari berbagai sumber, baik kepustakaan buku-buku dan bahan dari internet, penulis juga mengumpulkan bahan-bahan buku ini melalui study banding dengan mewawancarai para tokoh dari masing-masing agama tersebut. Selain itu diperkaya dengan hasil pemikiran dan diskusi dengan para mahasiswa sewaktu mengampu mata kuliah Teologi Agama-agama: Agama Hindu, Buddha, dan Khong Hu Cu. Dari beberapa sumber inilah penulis memberanikan diri menyusun buku ini sebagai bahan referensi untuk mengenal lebih dekat ketiga agama tersebut.
Akhirnya, harapan penulis kiranya buku sederhana yang masih terdapat kekurangan ini dapat memberikan sumbangsih bagi para hamba Tuhan, dosen, mahasiswa, dan semua kalangan yang hendak mengenal lebih dekat dari ketiga agama besar dunia ini dengan mempelajari agama-agama di luar Kristen (Teologi Religionum/teologi perbandingan agama). Saran dan kritik saudara sangat membantu dalam meningkatkan isi buku ini.
Bandung, April 2011
Penulis
Tony Tedjo
Langganan:
Postingan (Atom)