Motto: "Mencerdaskan, Memberkati, Menjangkau"
Kamis, 31 Maret 2011
Buku Baru
Dapatkan buku Menyusun Kata-Kata Merangkai Kalimat, sebuah buku panduan bagi penulis pemula yang hendak membuat buku. Isinya sangat mudah dicerna, dan disertai latihan yang dapat memacu Anda untuk membuat buku. Hanya Rp20.000. Beli 2 gratis 1 (untuk luar Bandung kena ongkos kirim). Pesan sekarang ke 081394401799 atau tonytedjo@gmail.com. Anda tidak akan kecewa.
SOW Paskah
Dalam rangka menyambut PASKAH 2011, Sekolah Menulis Alkitabiah (SOW) akan mengadakan Belajar Menulis Buku. Pada tgl. 22 April 2011. Di Jl. Sadewa 14 Pajajaran Bandung. Anda akan diajari tips menulis buku dan membongkar rahasia menerbitkan buku. Hanya Rp70.000, sudah termasuk gathering bersama Pak Tony Tedjo, bonus buku Menyusun Kata-kata Merangkai Kalimat, Member card (kartu anggota SOW dan diskon di Metanoia & Agape), Sertifikat. Daftarkan sebelum 18 April 2011 ke 081394401799 atau tonytedjo@gmail.com. Terbatas hanya 20 orang.
Kamis, 24 Maret 2011
Menghormati Ibu
Sebuah kisah legenda klasik, yakni kisah “Malin Kundang,” mengisahkan kehidupan seorang anak yang durhaka, bernama Malin Kundang. Sejak kecil hingga dewasa dia dibesarkan oleh ibunya, namun segala kebaikan sang ibu dibalas dengan sikap yang tercela. Dia tidak mau mengakui ibunya di depan umum, bahkan berani mengusir ibunya dan mengatakan tidak pernah mengenal si ibu tersebut. Di akhir cerita, si anak durhaka ini menerima kutukan menjadi sebuah patung.
Soso seorang ibu di mata anak-anaknya merupakan pribadi yang harus dihormati sepanjang hidup mereka. Segala kebaikan yang telah diberikan ibu kepada anaknya tidak dapat digantikan dengan uang. Sebab tidak mungkin untuk membalas segala kebaikan dan pemeliharaannya. Dari sejak bayi hingga menjadi dewasa dan berhasil dalam karirnya, semua itu berkat campur tangan sang ibu.
Begitu sangat dihormatinya sosok ibu, sehingga ada sebuah pepatah yang berbunyi ”surga berada dibawah telapak kaki ibu.” Maksudnya tentu bukan berarti ketika membuka telapak kaki ibu, kita langsung menemukan surga. Yang dimaksud adalah kalau mau diberkati harus menghormati ibunya. Hal ini sesuai dengan firman Tuhan.
Alkitab mencatat bahwa penting sekali untuk menghormati orangtua, sebab Tuhan akan mencurahkan berkat-Nya ketika kita mentaati firman-Nya. Berulang-ulang Alkitab menegaskan agar kita menghormati kedua orangtua kita. Berikut ini petikan ayat-ayat tersebut:
”Hormatilah ayah dan ibumu, supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu” (Keluaran 20:12).
”Hormatilah ayahmu dan ibumu, seperti yang diperintahkan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu, supaya lanjut umurmu dan baik keadaanmu di tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu” (Ulangan 5:16).
”Sebab Allah berfirman: Hormatilah ayahmu dan ibumu; dan lagi: siapa yang mengutuki ayahmu dan ibumu pasti dihukum mati” (Matius 15:4).
”...hormatilah ayahmu dan ibumu dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” (Matius 19:19).
”Karena Musa telah berkata: ’Hormatilah ayahmu dan ibumu! dan siapa yang mengutuki ayahnya atau ibunya harus mati’” (Markus 7:10).
”Engkau tentu mengetahui segala perintah Allah: Jangan membunuh, jangan berzinah, jangan mencuri, jangan mengucapkan saksi dusta, jangan mengurangi hak orang, hormatilah ayahmu dan ibumu!” (Markus 10:19).
”Engkau tentu mengetahui segala perintah Allah: Jangan berzinah, jangan membunuh, jangan mencuri, jangan mengucapkan saksi dusta, hormatilah ayahmu dan ibumu” (Lukas 18:20).
”Hormatilah ayahmu dan ibumu – ini adalah suatu perintah yang penting, seperti yang nyata dari janji ini: supaya kamu berbahagia dan panjang umurmu di bumi” (Efesus 6:2-3).
Dari kutipan ayat-ayat tersebut nampak jelas bahwa menghormati orangtua itu diharuskan. Sebab sewaktu kita menghormati mereka, berkat Tuhan akan dicurahkan. Hanya saja dalam menghormati orangtua tidak boleh berlebihan, jangan sampai ”mentuhankan” mereka dengan menyembahnya. Artinya nasehat dan perkataan mereka boleh kita turuti dan dilakukan, asalkan tidak bertentangan dengan firman Tuhan. Penghormatan yang paling utama dan terutama hanya pada Tuhan, setelahnya baru kepada orangtua. Penghormatan kepada orangtua juga tidak boleh sampai menyembahnya.
Penghormatan kepada orangtua kita harus diberikan selagi mereka masih hidup, bukannya setelah mereka meninggal. Wujud perhatian itu dapat berupa memberikan makanan yang mereka mau, mengajaknya jalan-jalan ke tempat wisata, dan membelikan apa yang diingini mereka. Tentunya semua itu dapat dilakukan diimbangi dengan kondisi keuangan kita. Usahakan jangan sampai membawa orangtua kita ke panti jompo, sebisa mungkin kita harus merawatnya sendiri.
Dengan memberikan penghormatan khusus kepada orangtua, khususnya ibu yang telah melahirkan kita, kita setidaknya bisa membalas sedikit kebaikan mereka. Selain itu agar hidup kita diberkati, karena menjalankan nasehat firman Tuhan untuk menghormati orangtua.
Pdp. Tony Tedjo, M.Th melayani pelayanan literatur, pendiri dan ketua SOW, penulis buku
Soso seorang ibu di mata anak-anaknya merupakan pribadi yang harus dihormati sepanjang hidup mereka. Segala kebaikan yang telah diberikan ibu kepada anaknya tidak dapat digantikan dengan uang. Sebab tidak mungkin untuk membalas segala kebaikan dan pemeliharaannya. Dari sejak bayi hingga menjadi dewasa dan berhasil dalam karirnya, semua itu berkat campur tangan sang ibu.
Begitu sangat dihormatinya sosok ibu, sehingga ada sebuah pepatah yang berbunyi ”surga berada dibawah telapak kaki ibu.” Maksudnya tentu bukan berarti ketika membuka telapak kaki ibu, kita langsung menemukan surga. Yang dimaksud adalah kalau mau diberkati harus menghormati ibunya. Hal ini sesuai dengan firman Tuhan.
Alkitab mencatat bahwa penting sekali untuk menghormati orangtua, sebab Tuhan akan mencurahkan berkat-Nya ketika kita mentaati firman-Nya. Berulang-ulang Alkitab menegaskan agar kita menghormati kedua orangtua kita. Berikut ini petikan ayat-ayat tersebut:
”Hormatilah ayah dan ibumu, supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu” (Keluaran 20:12).
”Hormatilah ayahmu dan ibumu, seperti yang diperintahkan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu, supaya lanjut umurmu dan baik keadaanmu di tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu” (Ulangan 5:16).
”Sebab Allah berfirman: Hormatilah ayahmu dan ibumu; dan lagi: siapa yang mengutuki ayahmu dan ibumu pasti dihukum mati” (Matius 15:4).
”...hormatilah ayahmu dan ibumu dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” (Matius 19:19).
”Karena Musa telah berkata: ’Hormatilah ayahmu dan ibumu! dan siapa yang mengutuki ayahnya atau ibunya harus mati’” (Markus 7:10).
”Engkau tentu mengetahui segala perintah Allah: Jangan membunuh, jangan berzinah, jangan mencuri, jangan mengucapkan saksi dusta, jangan mengurangi hak orang, hormatilah ayahmu dan ibumu!” (Markus 10:19).
”Engkau tentu mengetahui segala perintah Allah: Jangan berzinah, jangan membunuh, jangan mencuri, jangan mengucapkan saksi dusta, hormatilah ayahmu dan ibumu” (Lukas 18:20).
”Hormatilah ayahmu dan ibumu – ini adalah suatu perintah yang penting, seperti yang nyata dari janji ini: supaya kamu berbahagia dan panjang umurmu di bumi” (Efesus 6:2-3).
Dari kutipan ayat-ayat tersebut nampak jelas bahwa menghormati orangtua itu diharuskan. Sebab sewaktu kita menghormati mereka, berkat Tuhan akan dicurahkan. Hanya saja dalam menghormati orangtua tidak boleh berlebihan, jangan sampai ”mentuhankan” mereka dengan menyembahnya. Artinya nasehat dan perkataan mereka boleh kita turuti dan dilakukan, asalkan tidak bertentangan dengan firman Tuhan. Penghormatan yang paling utama dan terutama hanya pada Tuhan, setelahnya baru kepada orangtua. Penghormatan kepada orangtua juga tidak boleh sampai menyembahnya.
Penghormatan kepada orangtua kita harus diberikan selagi mereka masih hidup, bukannya setelah mereka meninggal. Wujud perhatian itu dapat berupa memberikan makanan yang mereka mau, mengajaknya jalan-jalan ke tempat wisata, dan membelikan apa yang diingini mereka. Tentunya semua itu dapat dilakukan diimbangi dengan kondisi keuangan kita. Usahakan jangan sampai membawa orangtua kita ke panti jompo, sebisa mungkin kita harus merawatnya sendiri.
Dengan memberikan penghormatan khusus kepada orangtua, khususnya ibu yang telah melahirkan kita, kita setidaknya bisa membalas sedikit kebaikan mereka. Selain itu agar hidup kita diberkati, karena menjalankan nasehat firman Tuhan untuk menghormati orangtua.
Pdp. Tony Tedjo, M.Th melayani pelayanan literatur, pendiri dan ketua SOW, penulis buku
Selasa, 08 Maret 2011
Private Menulis
Anda yang rindu ingin menjadi penulis, tetapi kesulitan mengatur waktunya. Jangan kuatir! Kini SOW bisa semakin dekat dengan Anda. Anda bisa mengikuti private menulis dengan materi boleh memilih sendiri, antara lain: Menulis cerpen, menulis buku, menulis renungan, menulis biografi, manajemen penerbitan buku.
Bagi anda yang berminat, silakan hubungi 081394401799 atau tonytedjo@gmail.com
Bagi anda yang berminat, silakan hubungi 081394401799 atau tonytedjo@gmail.com
INDAHNYA SEBUAH PERUBAHAN
Perubahan selalu diawali dengan proses. Tanpa adanya proses tidak mungkin terjadi perubahan. Dalam sebuah proses terjadi pembentukan. Dibentuk untuk menjadi sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya. Seperti halnya seekor ulat yang hendak berubah menjadi kupu-kupu. Dia harus menjalani suatu rangkaian proses yang berhari-hari, sebelum pada akhirnya menjadi seekor kupu-kupu yang indah. Dalam menjalani masa transisi dari seekor ulat menjadi kupu-kupu, ulat harus menjadi kepongpong terlebih dahulu. Sewaktu menjadi kepongpong, si ulat harus tinggal dalam kesunyian dan tidak bisa melihat indahnya dunia untuk sementara waktu sampai saat yang tepat. Diperlukan kesabaran dan ketekunan agar bisa mencapai waktu yang tepat. Bila seekor ulat tidak sabar untuk cepat-cepat membuka kepongpongnya, maka tidak akan terjadi perubahan apa-apa dalam dirinya. Sebab pada waktu dia merobek kepongpong yang menutupi dirinya sebelum waktu yang ditentukan, bersamaan dengan itu pula cairan dalam dirinya akan terbuang keluar. Padahal dari cairan inilah bisa tumbuh dalam diri ulat sebuah sayap, yang mengubah penampilannya menjadi seekor kupu-kupu.
Kehidupan manusia pun mengalami perubahan. Dari keadaan bayi menjadi seorang anak. Kemudian menjadi dewasa. Dalam perubahan ini terjadi sebuah proses. Dari tidak bisa berjalan dan tidak bisa berbicara hiingga bisa berlari dan berbicara.
Yeremia 18:1-6 mengisahkan tentang pekerjaan tukang periuk. Tanah liat harus mau dibentuk menjadi sebuah benda menurut kemauan si tukang. Bila tukang periuk hendak menjadikan tanah liat yang ada ditangannya menjadi sebuah guci, maka mau tidak mau dia harus mau. Dan bila sudah menjadi sebuah guci, namun dirasa masih kurang baik, si tukang bisa saja mengerjakannya kembali menjadi bejalan lain menurut apa yang baik pada pemandangannya. Ada proses yang harus dialami oleh tanah liat sebelum menjadi sebuah guci dengan ukiran yang indah.
Belajar dari tukang periuk dan tanah liat di atas, ada hal yang bisa kita simak: Pertama, ketaatan. Kehidupan kita seperti tanah liat di tangan Tuhan. Kita harus menerima prosesnya Tuhan tanpa bersikap memberontak. Sebab memberontak berarti semakin memperlambat proses perubahan. Satu hal yang pasti bahwa perubahan yang diharapkan Tuhan adalah perubahan ke arah yang lebih baik dan lebih berharga. Menjadi hidup yang lebih bernilai.
Kedua, kesetiaan. Untuk berubah dituntut kesetiaan. Setia untuk menanti sampai waktunya tiba. Jangan tergesa-gesa mengambil caranya sendiri untuk perubahan atas diri kita. Tunggulah sampai waktunya Tuhan tiba. Sebab waktu Tuhan itu indah (Pengkhotbah 3:11).
Ketiga, keseriusan. Setelah berubah, jangan mau menjadi seperti keadaan yang dulu lagi. Harus serius, bahwa keadaan sekarang sudah berubah. Hidup kita sudah berubah dari hamba dosa menjadi hamba kebenaran. Menjadi ciptaan yang baru di dalam Tuhan (II Korintus 5:17) dan hidup menjauhi dosa.
Satu hal yang dituntut oleh kita apabila kita menghendaki perubahan, apakah sudah siap untuk menerima perubahan itu sendiri? Bersiap-siaplah, Tuhan akan mengubah kehidupan kita, menjadi kehidupan yang lebih mulia. Kehidupan yang berlimpah di dalam anugerah dan berkat Allah. (Tony Tedjo, M.Th. Ketua Sekolah Menulis Alkitabiah dan Ketua Komunitas Penulis Rohani, bisa dihubungi di 081394401799 atau 08888255416)
Kehidupan manusia pun mengalami perubahan. Dari keadaan bayi menjadi seorang anak. Kemudian menjadi dewasa. Dalam perubahan ini terjadi sebuah proses. Dari tidak bisa berjalan dan tidak bisa berbicara hiingga bisa berlari dan berbicara.
Yeremia 18:1-6 mengisahkan tentang pekerjaan tukang periuk. Tanah liat harus mau dibentuk menjadi sebuah benda menurut kemauan si tukang. Bila tukang periuk hendak menjadikan tanah liat yang ada ditangannya menjadi sebuah guci, maka mau tidak mau dia harus mau. Dan bila sudah menjadi sebuah guci, namun dirasa masih kurang baik, si tukang bisa saja mengerjakannya kembali menjadi bejalan lain menurut apa yang baik pada pemandangannya. Ada proses yang harus dialami oleh tanah liat sebelum menjadi sebuah guci dengan ukiran yang indah.
Belajar dari tukang periuk dan tanah liat di atas, ada hal yang bisa kita simak: Pertama, ketaatan. Kehidupan kita seperti tanah liat di tangan Tuhan. Kita harus menerima prosesnya Tuhan tanpa bersikap memberontak. Sebab memberontak berarti semakin memperlambat proses perubahan. Satu hal yang pasti bahwa perubahan yang diharapkan Tuhan adalah perubahan ke arah yang lebih baik dan lebih berharga. Menjadi hidup yang lebih bernilai.
Kedua, kesetiaan. Untuk berubah dituntut kesetiaan. Setia untuk menanti sampai waktunya tiba. Jangan tergesa-gesa mengambil caranya sendiri untuk perubahan atas diri kita. Tunggulah sampai waktunya Tuhan tiba. Sebab waktu Tuhan itu indah (Pengkhotbah 3:11).
Ketiga, keseriusan. Setelah berubah, jangan mau menjadi seperti keadaan yang dulu lagi. Harus serius, bahwa keadaan sekarang sudah berubah. Hidup kita sudah berubah dari hamba dosa menjadi hamba kebenaran. Menjadi ciptaan yang baru di dalam Tuhan (II Korintus 5:17) dan hidup menjauhi dosa.
Satu hal yang dituntut oleh kita apabila kita menghendaki perubahan, apakah sudah siap untuk menerima perubahan itu sendiri? Bersiap-siaplah, Tuhan akan mengubah kehidupan kita, menjadi kehidupan yang lebih mulia. Kehidupan yang berlimpah di dalam anugerah dan berkat Allah. (Tony Tedjo, M.Th. Ketua Sekolah Menulis Alkitabiah dan Ketua Komunitas Penulis Rohani, bisa dihubungi di 081394401799 atau 08888255416)
Minggu, 06 Maret 2011
PIKIRAN, AJANG PENYESATAN
J. Oswald Sanders berkata “The mind of man is the battle ground on which every moral and spiritual battle is fought.”. Memang, di dalam pikiran manusialah seringkali terjadi peperangan antara menuruti kehendak Allah atau terseret pada kehendak setan dan kedagingan. Terkadang dalam peperangan ini, beberapa orang menyerah kalah dan lebih menururuti kehendak setan atau kehendak dagingnya yang cenderung bertentangan dengan kehendak Tuhan.
Sejak manusia diciptakan Allah di Taman Eden, maka mereka bergumul dengan pikirannya. Hal yang dipertentangkan adalah masalah “buah pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat”, boleh atau tidak memakan buah tersebut? Di satu sisi, Allah sudah berfirman kepada Adam: “Semua pohon dalam taman ini boleh kaumakan buahnya dengan bebas, tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati” (Kejadian 2:16). Namun, di sisi lain ular (gambaran iblis) memberikan pendapat yang seolah-olah benar dan bijaksana: “Sekali-kali kamu tidak akan mati, tetapi Allah mengetahui, bahwa pada waktu kamu memakannya matamu akan terbuka, dan kamu akan menjadi seperti Allah, tahu tentang yang baik dan yang jaahat” (Kejadian 3:4-5). Maka timbullah peperangan dalam pikiran Hawa.
Hawa akhirnya terpikat oleh bujukan ular. Dia mulai melirik buah terlarang itu. Pikirannya yang sudah teracuni perkataan si ular mulai beranggapan bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya, lagipula pohon itu menarik hati karena memberi pengertian. Dari pikiran yang disesatkan ini, Hawa semakin terpuruk, dengan memetik buah terlarang itu dan memakannya. Dan yang lebih paranya, perempuan ini malah memberikan kepada suaminya. Memang, perkataan si ular bahwa setelah makan buah pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, maka matanya akan terbuka dan menjadi “seperti Allah”. Namun sayang, Adam bersama Hawa melanggar perintah Tuhan, sehingga dia menjadi malu akan keadaannya yang telanjang. Dan lebih parah lagi bahwa kemuliaan Allah atas diri mereka sudah hilang. Adam bersama isterinya diusir dari Taman Eden dan harus menerima konsekuensi atas dosanya, terkutuk.
Pikiran manusia menjadi ajang penyesatan dari musuh kita, yaitu iblis. Dia berusaha dengan berbagai cara untuk menjatuhkan anak-anak Tuhan ke dalam dosa penyesatan. Sepertinya pengajaran yang diajarkan sudah sesuai Alkitab, sebab memakai kutipan dari ayat-ayat dalam Alkitab. Tetapi sesungguhnya sudah melenceng jauh dari maksud penulisnya. Dari penafsiran yang salah terhadap ayat tertentu dalam Alkitab, oleh beberapa orang kemudian diajarkan kepada orang lain, sehingga terbentuklah perkumpulan-perkumpulan. Perkumpulan-perkumpulan ini menganggap bahwa pengajaran merekalah yang benar, dan ajaran yang dulu mereka anut itulah yang salah. Padahal, justru pengajaran merekalah yang salah, sebab sudah melenceng jauh dari tujuan utama ayat itu sendiri.
Bahaya dari penyesatan melalui pikiran ini berjalan pelan tapi pasti. Bila seseorang tidak menyadari akan hal ini dapat berakibat fatal. “Setiap jalan orang adalah lurus menurut pandangannya sendiri, tetapi Tuhanlah yang menguji hati” (Amsal 21:2). Orang menganggap bahwa jalan yang sedang ia tempuh adalah jalan yang benar, padahal jalan tersebut berujung pada kebinasaan. “Ada jalan yang disangka lurus, tetapi ujungnya menuju maut” (Amsal 16:25). Oleh karena itu baiklah kita menjaga pikiran kita dengan beberapa hal berikut:
Memenuhi pikiran kita dengan ayat-ayat firman Tuhan. Bacalah setiap hari firman Tuhan, minimal 3-4 pasal. Alangkah baiknya jika ayat-ayat tersebut diucapkan dengan bersuara, sebab akan didengar oleh telinga kita sendiri dan akan menghasilkan iman (Roma 10:17).
Pikirkanlah pikiran yang benar dan suci (Filipi 4:8). Memikirkan hal-hal yang baik dan berkenan di hati Tuhan. Jauhkan prasangka buruk dan negatif terhadap suatu peristiwa yang buruk.
Bergaullah dengan mereka yang berpikiran baik, hindari bergaul dengan orang yang berpikiran jahat atau buruk.
Menyertakan Tuhan dalam setiap perencanaan dan tindakan. Hidup mengandalkan Tuhan, termasuk dalam hal berpikir. Menaklukkan pikiran kita kepada pikiran Kristus. (dari buku Potret Kehidupan karya Tony Tedjo)
Kita perlu mewaspadai terhadap adanya bahaya penyesatan yang datang dengan berbagai rupa, seperti tayangan TV yang menayangkan film-film dengan cerita yang seringkali bertentangan dengan firman Tuhan. Kita dituntut untuk berpikir kritis, tidak langsung telan dan menerima begitu saja terhadap berbagai ajaran yang diperhadapkan di depan mata kita.
Sejak manusia diciptakan Allah di Taman Eden, maka mereka bergumul dengan pikirannya. Hal yang dipertentangkan adalah masalah “buah pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat”, boleh atau tidak memakan buah tersebut? Di satu sisi, Allah sudah berfirman kepada Adam: “Semua pohon dalam taman ini boleh kaumakan buahnya dengan bebas, tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati” (Kejadian 2:16). Namun, di sisi lain ular (gambaran iblis) memberikan pendapat yang seolah-olah benar dan bijaksana: “Sekali-kali kamu tidak akan mati, tetapi Allah mengetahui, bahwa pada waktu kamu memakannya matamu akan terbuka, dan kamu akan menjadi seperti Allah, tahu tentang yang baik dan yang jaahat” (Kejadian 3:4-5). Maka timbullah peperangan dalam pikiran Hawa.
Hawa akhirnya terpikat oleh bujukan ular. Dia mulai melirik buah terlarang itu. Pikirannya yang sudah teracuni perkataan si ular mulai beranggapan bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya, lagipula pohon itu menarik hati karena memberi pengertian. Dari pikiran yang disesatkan ini, Hawa semakin terpuruk, dengan memetik buah terlarang itu dan memakannya. Dan yang lebih paranya, perempuan ini malah memberikan kepada suaminya. Memang, perkataan si ular bahwa setelah makan buah pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, maka matanya akan terbuka dan menjadi “seperti Allah”. Namun sayang, Adam bersama Hawa melanggar perintah Tuhan, sehingga dia menjadi malu akan keadaannya yang telanjang. Dan lebih parah lagi bahwa kemuliaan Allah atas diri mereka sudah hilang. Adam bersama isterinya diusir dari Taman Eden dan harus menerima konsekuensi atas dosanya, terkutuk.
Pikiran manusia menjadi ajang penyesatan dari musuh kita, yaitu iblis. Dia berusaha dengan berbagai cara untuk menjatuhkan anak-anak Tuhan ke dalam dosa penyesatan. Sepertinya pengajaran yang diajarkan sudah sesuai Alkitab, sebab memakai kutipan dari ayat-ayat dalam Alkitab. Tetapi sesungguhnya sudah melenceng jauh dari maksud penulisnya. Dari penafsiran yang salah terhadap ayat tertentu dalam Alkitab, oleh beberapa orang kemudian diajarkan kepada orang lain, sehingga terbentuklah perkumpulan-perkumpulan. Perkumpulan-perkumpulan ini menganggap bahwa pengajaran merekalah yang benar, dan ajaran yang dulu mereka anut itulah yang salah. Padahal, justru pengajaran merekalah yang salah, sebab sudah melenceng jauh dari tujuan utama ayat itu sendiri.
Bahaya dari penyesatan melalui pikiran ini berjalan pelan tapi pasti. Bila seseorang tidak menyadari akan hal ini dapat berakibat fatal. “Setiap jalan orang adalah lurus menurut pandangannya sendiri, tetapi Tuhanlah yang menguji hati” (Amsal 21:2). Orang menganggap bahwa jalan yang sedang ia tempuh adalah jalan yang benar, padahal jalan tersebut berujung pada kebinasaan. “Ada jalan yang disangka lurus, tetapi ujungnya menuju maut” (Amsal 16:25). Oleh karena itu baiklah kita menjaga pikiran kita dengan beberapa hal berikut:
Memenuhi pikiran kita dengan ayat-ayat firman Tuhan. Bacalah setiap hari firman Tuhan, minimal 3-4 pasal. Alangkah baiknya jika ayat-ayat tersebut diucapkan dengan bersuara, sebab akan didengar oleh telinga kita sendiri dan akan menghasilkan iman (Roma 10:17).
Pikirkanlah pikiran yang benar dan suci (Filipi 4:8). Memikirkan hal-hal yang baik dan berkenan di hati Tuhan. Jauhkan prasangka buruk dan negatif terhadap suatu peristiwa yang buruk.
Bergaullah dengan mereka yang berpikiran baik, hindari bergaul dengan orang yang berpikiran jahat atau buruk.
Menyertakan Tuhan dalam setiap perencanaan dan tindakan. Hidup mengandalkan Tuhan, termasuk dalam hal berpikir. Menaklukkan pikiran kita kepada pikiran Kristus. (dari buku Potret Kehidupan karya Tony Tedjo)
Kita perlu mewaspadai terhadap adanya bahaya penyesatan yang datang dengan berbagai rupa, seperti tayangan TV yang menayangkan film-film dengan cerita yang seringkali bertentangan dengan firman Tuhan. Kita dituntut untuk berpikir kritis, tidak langsung telan dan menerima begitu saja terhadap berbagai ajaran yang diperhadapkan di depan mata kita.
TAK GENDONG KE MANA-MANA
Suatu kali seorang pemuda bermimpi berada di sebuah tepian pantai. Di sana terhampar pasir putih yang berkilauan terkena sinar matahari. Dalam mimpinya, pemuda tersebut melihat dua buah pasang jejak kaki. Satu pasang jejak kaki adalah miliknya, dan sepasang yang lain milik Tuhan. Dua pasang jejak kaki tersebut berjalan sepanjang tepian pantai putih yang indah itu. Namun, mendadak muncul angin puting beliung menuju ke arah jejak kaki tersebut. Anehnya, sewaktu angin tersebut akan menerpa dua pasang jejak kaki itu, ternyata jejak tersebut malah berkurang menjadi satu pasang jejak kaki saja. Pemuda ini berpikir, sewaktu keadaan tenang, Tuhan selalu bersama-Nya, kok ketika keadaan sedang kritis, malah dia ditinggal sendirian. Beberapa waktu kemudian terdengar suara Tuhan, “sepasang jejak kaki tersebut bukan milikmu, tapi milik-Ku.” Pemuda ini kembali bertanya, “lalu di mana jejak kaki kepunyaanku?” “Jejak kakimu tidak ada lagi, sebab kamu sedang Ku-gendong,” Tuhan kembali menyahut. Dari kisah ini kita belajar bahwa kalau kita berjalan bersama Tuhan, pasti Dia akan menolong kita.
Berjalan bersama Tuhan itu memerlukan kesabaran dan kesetiaan. Jangan memaksakan kehendak kita. Biarkan Tuhan yang menuntun kita ke jalan yang benar, sampai pada finish. Sebab kita yakin bahwa rancangan Tuhan adalah rancangan damai sejahtera yang mendatangkan kebaikan bagi kita (Yeremia 11:29). Sebab bila memaksakan kehendak kita, bisa-bisa untuk sampai ke finish harus memakan waktu puluhan tahun, padahal sebenarnya bila kita menurut saja, perjalanan tersebut hanya memakan setahun atau dua tahun aja. Bukti sejarahnya adalah bangsa Israel.
Bangsa Israel harus berjalan keluar dari Mesir menuju Tanah Kanaan selama 40 tahun (Keluaran 13:18; 16:35). Mereka harus berputar-putar terlebih dahulu di padang gurun. Padahal bila dilihat dari jarak yang seharusnya mereka tempuh, perjalanan tersebut paling tidak hanya memakan waktu tidak lebih dari 10 hari. Mengapa mereka harus mengalami hal itu? Supaya mereka benar-benar menyadari bahwa kalau perjalanan mereka berhasil sampai di tempat tujuan, bukanlah karena kekuatan dan kehebatan mereka, melainkan hanya karena anugerah Tuhan saja. Tuhanlah yang memimpin dan menyertai mereka selama berada di padang gurun. Buktinya, kasut (sandal) yang mereka kenakan tidak cepat rusak. Mereka diberi makan manna dan burung puyuh selama 40 tahun oleh Tuhan. Tuhan memberikan kepada mereka air untuk diminum, sehingga mereka tidak kehausan sepanjang perjalanan tersebut.
Apabila bangsa Israel yang tegar tengkuk itu dibiarkan berjalan hanya menempuh waktu sekitar 10 hari saja, dapat dipastikan bahwa mereka akan sombong. Menganggap jika mereka bisa sampai di Tanah Kanaan adalah karena kekuatan dan kemampuan mereka sendiri, bukan karena pertolongan Tuhan. Hal ini tidak dikehendaki Tuhan. Maka Tuhan membuat perjalanan bangsa Israel itu menjadi sangat lama, bertujuan untuk merendahkan hati mereka. Sampai mereka benar-benar mengakui kemahakuasaan dan keperkasaan Tuhan atas hidup mereka. Sayangnya, hanya dua orang saja yang bisa sampai di Tanah Kanaan, yakni Kaleb bin Yefune dan Yosua bin Nun. Selebihnya, termasuk Musa dan Harus, harus mati di padang gurun.
Dalam perjalanan hidup kita, penting sekali berjalan bersama Tuhan. Berarti kita harus menanggalkan semua agenda hidup kita dan mengisinya dengan agenda-Nya. Kita harus mengikuti kehendak Tuhan atas hidup kita. Selama kita mengandalkan Tuhan, maka apa saja yang kita kerjakan akan menjadi berhasil (Yeremia 17:7). Contoh nyata adalah Yusuf. Di manapun dia berada, bahkan dalam penjara sekalipun, ketika Tuhan menyertainya, maka kehidupannya menjadi berhasil (Kejadian 39:2, 23; 41:40). Namun ketika mengandalkan kepada kekuatan sendiri, di sinilah awal kehancuran kita (Yeremia 17:5). Contohnya adalah Simson. Di mana dia harus mati tragis, kedua matanya buta (Hakim-hakim 16:23-30).
Keputusan kita sekarang sangat menentukan akan menjadi apa kita nanti. Oleh karena itu, sekarang juga putuskanlah agar kita mau berjalan bersama Tuhan dan menyerahkan semua hak yang kita miliki untuk diberikan kepada-Nya. Biarkan Tuhan sendiri yang menuntun jalan hidup kita sampai kepada tempat tujuan akhir. (diambil dari buku Potret Kehidupan karya Tony Tedjo)
Berjalan bersama Tuhan itu memerlukan kesabaran dan kesetiaan. Jangan memaksakan kehendak kita. Biarkan Tuhan yang menuntun kita ke jalan yang benar, sampai pada finish. Sebab kita yakin bahwa rancangan Tuhan adalah rancangan damai sejahtera yang mendatangkan kebaikan bagi kita (Yeremia 11:29). Sebab bila memaksakan kehendak kita, bisa-bisa untuk sampai ke finish harus memakan waktu puluhan tahun, padahal sebenarnya bila kita menurut saja, perjalanan tersebut hanya memakan setahun atau dua tahun aja. Bukti sejarahnya adalah bangsa Israel.
Bangsa Israel harus berjalan keluar dari Mesir menuju Tanah Kanaan selama 40 tahun (Keluaran 13:18; 16:35). Mereka harus berputar-putar terlebih dahulu di padang gurun. Padahal bila dilihat dari jarak yang seharusnya mereka tempuh, perjalanan tersebut paling tidak hanya memakan waktu tidak lebih dari 10 hari. Mengapa mereka harus mengalami hal itu? Supaya mereka benar-benar menyadari bahwa kalau perjalanan mereka berhasil sampai di tempat tujuan, bukanlah karena kekuatan dan kehebatan mereka, melainkan hanya karena anugerah Tuhan saja. Tuhanlah yang memimpin dan menyertai mereka selama berada di padang gurun. Buktinya, kasut (sandal) yang mereka kenakan tidak cepat rusak. Mereka diberi makan manna dan burung puyuh selama 40 tahun oleh Tuhan. Tuhan memberikan kepada mereka air untuk diminum, sehingga mereka tidak kehausan sepanjang perjalanan tersebut.
Apabila bangsa Israel yang tegar tengkuk itu dibiarkan berjalan hanya menempuh waktu sekitar 10 hari saja, dapat dipastikan bahwa mereka akan sombong. Menganggap jika mereka bisa sampai di Tanah Kanaan adalah karena kekuatan dan kemampuan mereka sendiri, bukan karena pertolongan Tuhan. Hal ini tidak dikehendaki Tuhan. Maka Tuhan membuat perjalanan bangsa Israel itu menjadi sangat lama, bertujuan untuk merendahkan hati mereka. Sampai mereka benar-benar mengakui kemahakuasaan dan keperkasaan Tuhan atas hidup mereka. Sayangnya, hanya dua orang saja yang bisa sampai di Tanah Kanaan, yakni Kaleb bin Yefune dan Yosua bin Nun. Selebihnya, termasuk Musa dan Harus, harus mati di padang gurun.
Dalam perjalanan hidup kita, penting sekali berjalan bersama Tuhan. Berarti kita harus menanggalkan semua agenda hidup kita dan mengisinya dengan agenda-Nya. Kita harus mengikuti kehendak Tuhan atas hidup kita. Selama kita mengandalkan Tuhan, maka apa saja yang kita kerjakan akan menjadi berhasil (Yeremia 17:7). Contoh nyata adalah Yusuf. Di manapun dia berada, bahkan dalam penjara sekalipun, ketika Tuhan menyertainya, maka kehidupannya menjadi berhasil (Kejadian 39:2, 23; 41:40). Namun ketika mengandalkan kepada kekuatan sendiri, di sinilah awal kehancuran kita (Yeremia 17:5). Contohnya adalah Simson. Di mana dia harus mati tragis, kedua matanya buta (Hakim-hakim 16:23-30).
Keputusan kita sekarang sangat menentukan akan menjadi apa kita nanti. Oleh karena itu, sekarang juga putuskanlah agar kita mau berjalan bersama Tuhan dan menyerahkan semua hak yang kita miliki untuk diberikan kepada-Nya. Biarkan Tuhan sendiri yang menuntun jalan hidup kita sampai kepada tempat tujuan akhir. (diambil dari buku Potret Kehidupan karya Tony Tedjo)
UPAH KETEKUNAN
"Karena setiap orang yang mempunyai, kepadanya akan diberi, sehingga ia berkelimpahan. Tetapi siapa yang tidak mempunyai, apapun juga yang ada padanya akan diambil daripadanya." (Matius 25:29)
Seorang pemuda melamar pekerjaan di perusahaan Komputer Microsoft. Sewaktu dia diwawancara, dia ditanya apakah mempunyai email? Karena dia tidak memiliki email, maka lamarannya ditolak. Pemuda ini tidak berkecil hati, dia mengumpulkan uang yang dimilikinya. Sebut saja Rp5.000. Dengan uang ini dia membeli tomat 1 kg. Kemudian dijual dengan menjajakannya berkeliling komplek perumahan. Setelah tomatnya habis, dia pakai uangnya yang sudah menjadi Rp10.000 ini untuk membeli tomat 2 kg. Dengan tekun dia kembali menjualnya. Singkat cerita, dari penjualan tomat 1 kg, kini dia menjadi orang kaya dan bisa memiliki pabrik saus tomat yang bisa memproduksi berpuluh-puluh kilo saus tomat. Inilah upah sebuah ketekunan.
Dalam perumpamaan mengenai talenta juga kita melihat bahwa orang-orang yang tekun dapat berhasil dalam hidupnya. Mereka yang menerima dua dan lima telanta masing-masing memperoleh keuntungan dua kali lipat karena ketekunannya dalam mengembangkan usaha yang dipercayakan sang tuan kepadanya. Lain halnya dengan hamba yang menerima satu talenta, karena dia tidak tekun, banyak bersungut-sungut dan malas, akhirnya apa yang dia miliki malah diambil kembali oleh tuannya.
Sabahat NK, penting sekali memiliki sikap tekun. Dari yang main gitar hanya tiga kunci, dia bisa menjadi seorang pemain gitar yang handal karena dia tekun. Dengan tekun dia mengiringi main gitar di komsel. Karena dia sering memainkan gitarnya, maka lama-kelamaan kaahliannya memainkan gitar bertambah. Sampai akhirnya dia mampu memainkan gitar dengan berbagai kunci yang sulit sekalipun. Inilah upah sebuah ketekunan. Saudara mau agar usahamu berhasil? Sukses dalam karier dan pelayanan? Kuncinya adalah ketekunan. Tekun berdoa, tekun mencoba lagi, tekun menunggu wampai waktunya Tuhan tiba. (Tony Tedjo)
Seorang pemuda melamar pekerjaan di perusahaan Komputer Microsoft. Sewaktu dia diwawancara, dia ditanya apakah mempunyai email? Karena dia tidak memiliki email, maka lamarannya ditolak. Pemuda ini tidak berkecil hati, dia mengumpulkan uang yang dimilikinya. Sebut saja Rp5.000. Dengan uang ini dia membeli tomat 1 kg. Kemudian dijual dengan menjajakannya berkeliling komplek perumahan. Setelah tomatnya habis, dia pakai uangnya yang sudah menjadi Rp10.000 ini untuk membeli tomat 2 kg. Dengan tekun dia kembali menjualnya. Singkat cerita, dari penjualan tomat 1 kg, kini dia menjadi orang kaya dan bisa memiliki pabrik saus tomat yang bisa memproduksi berpuluh-puluh kilo saus tomat. Inilah upah sebuah ketekunan.
Dalam perumpamaan mengenai talenta juga kita melihat bahwa orang-orang yang tekun dapat berhasil dalam hidupnya. Mereka yang menerima dua dan lima telanta masing-masing memperoleh keuntungan dua kali lipat karena ketekunannya dalam mengembangkan usaha yang dipercayakan sang tuan kepadanya. Lain halnya dengan hamba yang menerima satu talenta, karena dia tidak tekun, banyak bersungut-sungut dan malas, akhirnya apa yang dia miliki malah diambil kembali oleh tuannya.
Sabahat NK, penting sekali memiliki sikap tekun. Dari yang main gitar hanya tiga kunci, dia bisa menjadi seorang pemain gitar yang handal karena dia tekun. Dengan tekun dia mengiringi main gitar di komsel. Karena dia sering memainkan gitarnya, maka lama-kelamaan kaahliannya memainkan gitar bertambah. Sampai akhirnya dia mampu memainkan gitar dengan berbagai kunci yang sulit sekalipun. Inilah upah sebuah ketekunan. Saudara mau agar usahamu berhasil? Sukses dalam karier dan pelayanan? Kuncinya adalah ketekunan. Tekun berdoa, tekun mencoba lagi, tekun menunggu wampai waktunya Tuhan tiba. (Tony Tedjo)
Rabu, 02 Maret 2011
PROMOSI KUASA
“Dan Iblis membawa-Nya pula ke atas gunung yang sangat tinggi ... Semua itu akan kuberikan kepada-Mu, jika Engkau sujud menyembah aku”
(Matius 4:8-9).
Saat ini kuasa gelap semakin gencar mempromosikan eksistensinya di hadapan umum. Bahkan, tak sedikit orang yang terkesima dan terkagum-kagum melihatnya. Contohnya acara “The Master” (sekarang sudah ada “the master junior”). Dalam acara ini dipamerkan berbagai kuasa yang dimiliki seseorang yang kemudian dipertandingkan dengan kuasa dari orang lain. Pemenangnya akan disebut “the master”. Banyak orang menyukai dan berhasrat untuk mendapatkan kuasanya, termasuk anak-anak Tuhan.
Bila kita cermati, dari mana sebenarnya mereka memperoleh “kuasa” tersebut, sehingga mampu melakukan pekerjaan yang “spektakuler”. Dalam dunia ini hanya ada dua sumber kuasa, yaitu kuasa Tuhan dan kuasa iblis. Tuhan adalah sumber dari segala sumber kuasa, karena Dia adalah Pencipta alam semesta dan seluruh ciptaan-Nya. Sedangkan iblis hanyalah makhluk ciptaan yang memiliki banyak keterbatasan. Namun anehnya, iblis seringkali sok kuasa dan berusaha memamerkan kuasanya kepada manusia, seolah-olah dialah yang paling berkuasa. Hal ini terlihat dari perkataannya kepada Yesus “semua itu akan kuberikan kepada-Mu, jika Engkau sujud menyembah aku” (Matius 4:8-9). Padahal yang betul bahwa dunia dan seluruh isinya adalah milik Tuhan dan berada di bawak kendali kuasa-Nya.
Saudaraku, kuasa yang ditawarkan iblis itu semu dan menjerumuskan. Semua akan berujung kepada maut. Lebih baik minta kepada Sumber Kuasa, yaitu Allah di dalam Tuhan Yesus Kristus. Kuasa-Nya kekal sampai selamanya (I Petrus 5:11). Marilah meminta kuasa Tuhan, agar melingkupi seluruh hidup kita. Kuasa Allah adalah Asli, sedangkan kuasa iblis adalah Imitasi. Di mana kuasa Tuhan tidak akan pernah luntur dan tetap tidak berubah. Sedangkan kuasa iblis terbatas, suatu saat nanti kuasanya akan dimusnahkan. Sebab yang berkuasa atas dunia dan segala isinya ini adalah Yesus Kristus. (Diambil dari buku Potret Kehidupan karya Tony Tedjo, diterbitkan oleh Penerbit Agape Bandung. Bisa dihubungi di tonytedjo@gmail.com atau 081394401799)
Perencanaan Hidup
“Sebab siapakah di antara kamu yang kalau mau mendirikan sebuah menara tidak duduk dahulu membuat anggaran biayanya, kalau-kalau cukup uangnya untuk menyelesaikan pekerjaan itu?” (Lukas 14:28)
Di dekat rumah saya ada sebuah rumah kosong yang sudah hampir dua tahun ini tidak berpenghuni. Hal ini dikarenakan rumah itu masih dalam proses renovasi, namun berhenti di tengah jalan. Pembangunan rumah itu baru sekitar 40%, tetapi sudah tidak bisa dilanjutkan. Penyebabnya karena tidak ada dana. Ternyata dana yang dibutuhkan di luar dugaan membengkak sampai 3 kali lipat. Sebenarnya hal ini tidak akan terjadi apabila sedari awal sudah diantisipasi terlebih dahulu.
Ayat Alkitab yang kita baca dalam Lukas 14:28 di atas mengingatkan kepada kita bahwa untuk memulai segala sesuatu diperlukan perencanaan terlebih dahulu. Pentingnya “membuat anggaran biaya” yang diperlukan untuk mendirikan sebuah menara. Apabila dananya masih kurang, maka waktu memulai pembangunan bisa ditangguhkan, sampai dananya mencukupi. Setelah dirasa cukup, barulah memulai pembangunan. Supaya orang lain tidak mengejek kita, sebab pembangunan menara itu bisa terselesaikan sampai akhir.
Orang yang bijak menjalani hidupnya tidak asal saja, melainkan penuh dengan perhitungan. Sebelum melakukan suatu tindakan, seharusnya dia melakukan perencanaan terlebih dahulu. Agar tindakan yang akan dia kerjakan menjadi lebih terarah dan tepat sasaran. Membuat perencanaan terlebih dahulu, akan sangat menghemat waktu. Dan untuk menjalankannya bisa dilakukan setahap demi setahap sampai mencapai apa yang diharapkan.
Ada dua macam rencana yang bisa kita kerjakan, yaitu rencana jangka panjang dan rencana jangka pendek. Rencana jangka panjang ini bisa dibagi-bagi ke dalam beberapa rencana jangka pendek. Apabila rencana jangka panjangnya 3 tahun ke depan, maka rencana jangka pendeknya bisa perenam bulanan atau pertahunan. Dan masing-masing rencana jangka pendek ini harus mengarah kepada sasaran yang hendak dicapai pada rencana jangka panjang. Sehingga pelaksanaannya menjadi lebih ringan dan mudah dilakukan, dibandingkan dilakukan sekaligus.
Rencana jangka panjang untuk 3 hingga 10 tahun kemudian apa yang akan kita capai. Misalnya, hendak menjadi dokter spesialis mata. Maka sejak semula sudah dipersiapkan segala sesuatunya, seperti dana, mengambil sekolah kedokteran, melanjutkan pada spesialis mata, banyak sharing dengan dokter mata, magang di tempat praktek dokter mata, dan sebagainya.
Perencanaan tersebut bisa dituliskan dalam sebuah kertas, agar bisa ditempel di dinding, sehingga mudah untuk mengingatnya. Bila setiap hari membaca dan mengingat tujuan perencanaan jangka panjang kita, maka itu akan memotivasi dan membangkitkan semangat hidup untuk menjalankan tiap waktunya secara berguna dan bertanggung jawab.
Memang, sewaktu menjalankan apa yang sudah direncanakan tidak semulus dan semudah yang dibayangkan. Selalu saja ada unsur pengganggu yang bisa menghambat keberhasilannya. Hambatan ini bisa datang dari berbagai arah dan dalam berbagai bentuk, baik yang nyata maupun samar-samar. Tapi jangan menjadi mundur apabila di tengah jalan menemui hambatan. Tetap maju, sampai mencapai apa yang direncanakan semula.
Ada lima hal untuk membuat perencanaan hidup yang baik, yaitu: Pertama, menyadari bahwa hidup itu adalah belajar. Belajar dari pengalaman yang ada, baik dari orang lain maupun diri sendiri. Terus mengembangkan kapasitas hidup secara maksimal;
Kedua, mulailah bertindak dan melangkah sesuai rencana semula. Ada banyak orang yang tidak berhasil dalam hidupnya, padahal rencana hidupnya adalah sangat baik. Ini dikarenakan orang tersebut hanya berencana, tetapi tidak pernah mau bertindak untuk memulai menjalani tahap demi tahap sesuai tujuan akhir rencana hidupnya;
Ketiga, memiliki semangat pantang menyerah dan tidak mudah putus asa pada keadaan. Meski rasanya seolah tidak ada pengharapan, namun dengan ulet dan tekun mencoba, sampai menemui keberhasilan;
Keempat, hiduplah sesuai dengan janji firman Tuhan, bukan berdasarkan apa kata orang. Allah berjanji bahwa masa depan orang percaya adalah masa depan yang penuh dengan pengharapan (Amsal 23:18; Yeremia 29:11). Meski banyak pakar dan ramalan mengatakan bahwa kondisi dunia ini akan semakin bertambah buruk. Kita seharusnya tidak boleh digoyahkan dengan pendapat mereka, sebab kita hidup berdasarkan apa kata firman Tuhan;
Kelima, menyertakan Tuhan selalu dalam perencanaan. Hal terakhir ini sangat penting. Sebab bila kita hanya mengandalkan pada kekuatan, kemampuan, dan pengalaman yang dimiliki saja, maka perencanaan kita akan hancur. Tetapi bila kita melibatkan Tuhan Yesus, maka usaha yang direncanakan tersebut pasti akan berhasil (Yeremia 17:7). Sebab Tuhan sendiri yang akan membuatnya menjadi berhasil. Sebaliknya apabila tidak mengandalkan Tuhan, maka jalan-jalan hidup kita akan tertutup. Selamat berencana dan menjalaninya bersama Tuhan.
Tiga Jurus Mempersiapkan Masa Depan
Allah berjanji bahwa orang percaya pasti memiliki masa depan. Janji ini tertuang dalam Amsal 23:18 “Karena masa depan sungguh ada, dan harapanmu tidak akan hilang”. Ayat firman Tuhan ini memberikan suatu harapan bahwa bagi kita selaku orang percaya pasti ada masa depan. Masa depan kita tidak akan hilang. Sebab Allah merancangkan rancangan-Nya yang mendatangkan kebaikan bagi orang-orang yang dikasihi-Nya, bukannya mendatangkan kecelakaan. Rancangan damai sejahtera ini diberikan kepada orang percaya sehingga memiliki hari depan yang penuh harapan (Yeremia 29:11).
Setelah mengetahui bahwa ada kepastian akan masa depan, maka tidak berhenti sampai di sini. Perjalanan masih panjang. Yang menjadi masalah adalah bagaimana kita mengisi masa depan kita sehingga bisa lebih maksimal dan efektif. Menjadi orang yang bukan biasa-biasa saja, melainkan orang yang luar biasa. Tentunya dalam mencapai hal ini kita harus bersifat aktif dan proaktif, artinya tidak bermasa bodoh atau berdiam diri menunggu “durian jatuh”. Menyikapi hal ini, paling tidak disarankan tiga hal berikut:
Pertama, memakai kemampuan (talenta, bakat dan karunia) yang sudah Tuhan berikan kepada kita secara maksimal. Sehingga hasil yang diperolehpun hasil yang maksimal. Sebagai contoh, misalnya apabila Anda adalah seorang pelajar atau mahasiswa, maka tempuhlah studimu secara maksimal. Jangan cepat merasa puas hanya memperoleh gelar sarjana. Bila ada kesempatan, kenapa tidak kita mengambilnya untuk mengembangkan studi kita. Apalagi bila keuangan dan usia mendukung (masih muda). Maka jangan ambil pusing, maksimalkanlah potensi Anda untuk mencapai tingkat pendidikan yang tinggi (mencapai doktor bila dimungkinkan). Sebab ada perbedaan bila suatu bidang ditangani oleh seorang sarjana dibandingkan dengan seorang doktor yang merupakan pakar dibidangnya. Tentunya, hal ini membawa dampak yang lebih besar ketimbang hanya menjadi sarjana. Atau contoh lainnya, bila Anda mempunyai talenta bermain musik. Maka kembangkanlah itu. Bila dimungkinkan sekolah musik. Sampai Anda menjadi seorang yang ahli menguasai alat musik tersebut. Sehingga melalui permainan musikmu banyak orang diberkati, bahkan bila memainkan musik rohani banyak orang yang dimenangkan bagi Tuhan melalui permainanmu. Pada intinya, apapun karunia, bakat atau talenta yang kita miliki, pakailah semuanya itu untuk kemuliaan nama Tuhan saja.
Kedua, membagikan berkat yang sudah Tuhan berikan kepada orang lain yang membutuhkan. Berkat yang bisa dibagikan di sini ada dua hal, yaitu berkat jasmani dan berkat rohani. Berkat jasmani yang dibagikan bisa berupa makanan, barang, maupun uang. Kita yang sudah diberkati Tuhan dengan berkat yang lebih, bisa menyalurkan kepada mereka yang berkekurangan dan memerlukan. Sebab ada begitu banyak orang miskin atau orang yang memerlukan uluran tangan kita, agar mereka bisa bertahan hidup. Dengan demikian, orang-orang yang kita bantu bisa merasakan kasih Tuhan Yesus yang dibagikan melalui bantuan kita kepadanya. Sedangkan berkat rohani yang dibagikan adalah memberitakan Kabar Baik (Injil) bagi mereka yang tersesat dan sedang mencari jalan kebenaran. Bagi orang-orang yang di luar Tuhan, mereka perlu diceritakan bahwa ada berita bahagia. Keselamatan yang diberikan secara cuma-cuma oleh Allah kepada manusia yang berdosa. Cara yang sangat mudah adalah dengan menjadi terang dan garam di tengah lingkungan masyarakat di mana kita berada. Biarkan orang lain melihat perbedaan tersebut. Sehingga akhirnya mereka akan bertanya-tanya dan menanyakan sendiri kepada kita mengenai rahasianya. Di sinilah kesempatan bagi kita untuk menceritakan siapa Yesus Kristus itu. Mengapa Yesus mati di atas kayu salib. Dan jangan terlewatkan, bahwa Yesus menjaminkan diri-Nya bahwa Dia adalah Jalan keselamatan, Kebenaran, dan Hidup (Yohanes 14:6).
Ketiga, membekali diri dengan Alkitab (back to Bible). Alkitab dijadikan sebagai dasar dan sandaran dalam memberikan keputusan atau bertindak. Alkitab menjadi pelita dalam menerangi jalan hidup kita yang berada di tengah kegelapan dunia (Mazmur 119:105). Menjadikan kebiasaan membaca Alkitab sebagai gaya hidup. Membaca secara seksama, merenungkan, dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan bekali firman Tuhan inilah maka kehidupan rohani kita tidak mudah diombang-ambingkan oleh berbagai pengajaran dunia yang pada ujungnya menuju kepada maut. Menghindarkan diri dari jerat-jerat ajaran sesat yang diajarkan oleh guru-guru palsu.
Memang, setelah menjalankan ketiga hal di atas, tidaklah membuat kita menjadi kebal terhadap godaan untuk tenggelam dalam geloranya. Akan tetapi paling tidak kita mampu bertahan dan bisa menghindari berbagai jerat-jerat maut yang ditawarkan oleh dunia dan oleh Iblis. Sehingga pada akhirnya masa depan kita benar-benar masa depan yang penuh harapan. (Tony Tedjo, pendiri dan ketua SOW, penulis 10 buku, dapat ditemui di 081394401799)
Setelah mengetahui bahwa ada kepastian akan masa depan, maka tidak berhenti sampai di sini. Perjalanan masih panjang. Yang menjadi masalah adalah bagaimana kita mengisi masa depan kita sehingga bisa lebih maksimal dan efektif. Menjadi orang yang bukan biasa-biasa saja, melainkan orang yang luar biasa. Tentunya dalam mencapai hal ini kita harus bersifat aktif dan proaktif, artinya tidak bermasa bodoh atau berdiam diri menunggu “durian jatuh”. Menyikapi hal ini, paling tidak disarankan tiga hal berikut:
Pertama, memakai kemampuan (talenta, bakat dan karunia) yang sudah Tuhan berikan kepada kita secara maksimal. Sehingga hasil yang diperolehpun hasil yang maksimal. Sebagai contoh, misalnya apabila Anda adalah seorang pelajar atau mahasiswa, maka tempuhlah studimu secara maksimal. Jangan cepat merasa puas hanya memperoleh gelar sarjana. Bila ada kesempatan, kenapa tidak kita mengambilnya untuk mengembangkan studi kita. Apalagi bila keuangan dan usia mendukung (masih muda). Maka jangan ambil pusing, maksimalkanlah potensi Anda untuk mencapai tingkat pendidikan yang tinggi (mencapai doktor bila dimungkinkan). Sebab ada perbedaan bila suatu bidang ditangani oleh seorang sarjana dibandingkan dengan seorang doktor yang merupakan pakar dibidangnya. Tentunya, hal ini membawa dampak yang lebih besar ketimbang hanya menjadi sarjana. Atau contoh lainnya, bila Anda mempunyai talenta bermain musik. Maka kembangkanlah itu. Bila dimungkinkan sekolah musik. Sampai Anda menjadi seorang yang ahli menguasai alat musik tersebut. Sehingga melalui permainan musikmu banyak orang diberkati, bahkan bila memainkan musik rohani banyak orang yang dimenangkan bagi Tuhan melalui permainanmu. Pada intinya, apapun karunia, bakat atau talenta yang kita miliki, pakailah semuanya itu untuk kemuliaan nama Tuhan saja.
Kedua, membagikan berkat yang sudah Tuhan berikan kepada orang lain yang membutuhkan. Berkat yang bisa dibagikan di sini ada dua hal, yaitu berkat jasmani dan berkat rohani. Berkat jasmani yang dibagikan bisa berupa makanan, barang, maupun uang. Kita yang sudah diberkati Tuhan dengan berkat yang lebih, bisa menyalurkan kepada mereka yang berkekurangan dan memerlukan. Sebab ada begitu banyak orang miskin atau orang yang memerlukan uluran tangan kita, agar mereka bisa bertahan hidup. Dengan demikian, orang-orang yang kita bantu bisa merasakan kasih Tuhan Yesus yang dibagikan melalui bantuan kita kepadanya. Sedangkan berkat rohani yang dibagikan adalah memberitakan Kabar Baik (Injil) bagi mereka yang tersesat dan sedang mencari jalan kebenaran. Bagi orang-orang yang di luar Tuhan, mereka perlu diceritakan bahwa ada berita bahagia. Keselamatan yang diberikan secara cuma-cuma oleh Allah kepada manusia yang berdosa. Cara yang sangat mudah adalah dengan menjadi terang dan garam di tengah lingkungan masyarakat di mana kita berada. Biarkan orang lain melihat perbedaan tersebut. Sehingga akhirnya mereka akan bertanya-tanya dan menanyakan sendiri kepada kita mengenai rahasianya. Di sinilah kesempatan bagi kita untuk menceritakan siapa Yesus Kristus itu. Mengapa Yesus mati di atas kayu salib. Dan jangan terlewatkan, bahwa Yesus menjaminkan diri-Nya bahwa Dia adalah Jalan keselamatan, Kebenaran, dan Hidup (Yohanes 14:6).
Ketiga, membekali diri dengan Alkitab (back to Bible). Alkitab dijadikan sebagai dasar dan sandaran dalam memberikan keputusan atau bertindak. Alkitab menjadi pelita dalam menerangi jalan hidup kita yang berada di tengah kegelapan dunia (Mazmur 119:105). Menjadikan kebiasaan membaca Alkitab sebagai gaya hidup. Membaca secara seksama, merenungkan, dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan bekali firman Tuhan inilah maka kehidupan rohani kita tidak mudah diombang-ambingkan oleh berbagai pengajaran dunia yang pada ujungnya menuju kepada maut. Menghindarkan diri dari jerat-jerat ajaran sesat yang diajarkan oleh guru-guru palsu.
Memang, setelah menjalankan ketiga hal di atas, tidaklah membuat kita menjadi kebal terhadap godaan untuk tenggelam dalam geloranya. Akan tetapi paling tidak kita mampu bertahan dan bisa menghindari berbagai jerat-jerat maut yang ditawarkan oleh dunia dan oleh Iblis. Sehingga pada akhirnya masa depan kita benar-benar masa depan yang penuh harapan. (Tony Tedjo, pendiri dan ketua SOW, penulis 10 buku, dapat ditemui di 081394401799)
Panggilan Mulia
“Lalu Ia berkata kepada mereka: ‘Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk’” (Markus 16:15).
Setiap pengikut Kristus dipanggil untuk melanjutkan karya-Nya yang masih belum selesai, yakni memberitakan Injil kepada semua orang. Amanat Agung yang tercatat dalam Matius 28:19-20 menggugah kita untuk senantiasa bergairah dalam memberitakan Injil. Di manapun, kapanpun, dan dalam keadaan bagaimanapun, perintah untuk memberitakan Injil ini seharusnya kita kerjakan. Waktu kita mengerjakannya, ada upah atas jerih lelah kita tersebut (1 Korintus 15:58). Kita juga percaya bahwa setiap benih firman Tuhan yang kita taburkan tidak akan kembali dengan sia-sia, suatu saat benih firman Tuhan yang sudah ditaburkan itu akan bertumbuh.
Pada waktu Tuhan Yesus mengutus kepada murid-murid-Nya, Dia memberikan kuasa kepada mereka (Lukas 9:1). Kuasa Allah ini sangat penting sewaktu kita memberitakan Injil. Kuasa Allah ini bisa kita dapatkan apabila kita sudah dipenuhi oleh Roh Kudus (Kisah Para Rasul 1:8). Tanpa kuasa Allah, maka yang terjadi adalah penyangkalan. Seperti yang pernah terjadi pada diri Petrus. Baru setelah Roh Kudus turun dan memenuhi Petrus, maka dia menjadi seorang pemberani. Meski masuk penjara dan diancam akan dibunuh, dia tetap saja memberitakan Injil. Dan buah dari pemberitaan Injilnya tidak sia-sia. Pertama kali dia berkhotbah ada 3000 orang bertobat dan dibaptiskan (Kisah Para Rasul 2:41). Memang, sekalipun akhir hidup Petrus mengenaskan, dia mati disalibkan secara terbalik di Roma. Namun buah pelayanannya tidak sia-sia.
Suatu penghiburan bahwa Tuhan berjanji untuk senantiasa menyertai sampai kepada akhir zaman (Matius 28:20b). Termasuk sewaktu kita sedang memberitakan Injil di berbagai tempat. Meski ada tekanan, ancaman, dan aniaya, namun tetap gigih memberitakan Injil. Seperti yang dialami oleh Paul-Le-Bao-Tinh, seorang percaya Vietnam yang dieksekusi mati tahun 1843 karena memberitakan Injil kepada orang-orang sebangsanya.
Memang, sewaktu kita memberitakan Injil di lapangan, tidak semudah yang dibayangkan. Kita akan menemui berbagai kesulitan dan tantangan yang berat. Akan tetapi dengan kuasa dan pertolongan Roh Kudus, maka kita bisa tetap memberitakan Injil dengan berani. Sampai “setiap lutut bertelut dan setiap lidah mengaku bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan, bagi kemuliaan Allah Bapa“ (Filipi 2:10-11). Kita pun diberi kuasa untuk mengusir setan, menyembuhkan orang sakit, dan mengadakan berbagai mukjizat dalam nama-Nya (Markus 16:17-18).
Hargailah panggilan mulia ini, yaitu meneruskan karya Yesus di bumi, untuk memenangkan jiwa-jiwa bagi kemuliaan nama-Nya. Ingatlah bahwa satu jiwa sangat berharga di mata Tuhan. Selamat menjadi mitra kerja-Nya. (Tony Tedjo seorang penulis 10 buku, Pendiri dan Ketua SOW, dapat ditemui di tonytedjo@gmail.com atau tony_kharis@yahoo.com)
Setiap pengikut Kristus dipanggil untuk melanjutkan karya-Nya yang masih belum selesai, yakni memberitakan Injil kepada semua orang. Amanat Agung yang tercatat dalam Matius 28:19-20 menggugah kita untuk senantiasa bergairah dalam memberitakan Injil. Di manapun, kapanpun, dan dalam keadaan bagaimanapun, perintah untuk memberitakan Injil ini seharusnya kita kerjakan. Waktu kita mengerjakannya, ada upah atas jerih lelah kita tersebut (1 Korintus 15:58). Kita juga percaya bahwa setiap benih firman Tuhan yang kita taburkan tidak akan kembali dengan sia-sia, suatu saat benih firman Tuhan yang sudah ditaburkan itu akan bertumbuh.
Pada waktu Tuhan Yesus mengutus kepada murid-murid-Nya, Dia memberikan kuasa kepada mereka (Lukas 9:1). Kuasa Allah ini sangat penting sewaktu kita memberitakan Injil. Kuasa Allah ini bisa kita dapatkan apabila kita sudah dipenuhi oleh Roh Kudus (Kisah Para Rasul 1:8). Tanpa kuasa Allah, maka yang terjadi adalah penyangkalan. Seperti yang pernah terjadi pada diri Petrus. Baru setelah Roh Kudus turun dan memenuhi Petrus, maka dia menjadi seorang pemberani. Meski masuk penjara dan diancam akan dibunuh, dia tetap saja memberitakan Injil. Dan buah dari pemberitaan Injilnya tidak sia-sia. Pertama kali dia berkhotbah ada 3000 orang bertobat dan dibaptiskan (Kisah Para Rasul 2:41). Memang, sekalipun akhir hidup Petrus mengenaskan, dia mati disalibkan secara terbalik di Roma. Namun buah pelayanannya tidak sia-sia.
Suatu penghiburan bahwa Tuhan berjanji untuk senantiasa menyertai sampai kepada akhir zaman (Matius 28:20b). Termasuk sewaktu kita sedang memberitakan Injil di berbagai tempat. Meski ada tekanan, ancaman, dan aniaya, namun tetap gigih memberitakan Injil. Seperti yang dialami oleh Paul-Le-Bao-Tinh, seorang percaya Vietnam yang dieksekusi mati tahun 1843 karena memberitakan Injil kepada orang-orang sebangsanya.
Memang, sewaktu kita memberitakan Injil di lapangan, tidak semudah yang dibayangkan. Kita akan menemui berbagai kesulitan dan tantangan yang berat. Akan tetapi dengan kuasa dan pertolongan Roh Kudus, maka kita bisa tetap memberitakan Injil dengan berani. Sampai “setiap lutut bertelut dan setiap lidah mengaku bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan, bagi kemuliaan Allah Bapa“ (Filipi 2:10-11). Kita pun diberi kuasa untuk mengusir setan, menyembuhkan orang sakit, dan mengadakan berbagai mukjizat dalam nama-Nya (Markus 16:17-18).
Hargailah panggilan mulia ini, yaitu meneruskan karya Yesus di bumi, untuk memenangkan jiwa-jiwa bagi kemuliaan nama-Nya. Ingatlah bahwa satu jiwa sangat berharga di mata Tuhan. Selamat menjadi mitra kerja-Nya. (Tony Tedjo seorang penulis 10 buku, Pendiri dan Ketua SOW, dapat ditemui di tonytedjo@gmail.com atau tony_kharis@yahoo.com)
Langganan:
Postingan (Atom)