Motto: "Mencerdaskan, Memberkati, Menjangkau"

Jumat, 14 Februari 2014

SAY NO TO DIVORCE! Dampak Negatif Perceraian



Keluarga yang bercerai tentu berdampak terhadap masing-masing pihak yang bercerai. Dampak yang ditimbulkan akibat perceraian ini lebih cenderung kepada hal negatif dibandingkan dengan hal positif. Oleh sebab itu, perceraian bagaimana pun juga tidak diperbolehkan.
Alkitab menuliskan bahwa pernikahan merupakan hal yang sakral, sebab pada waktu berlangsungnya acara pernikahan di gereja, semua berjalan dalam suasana ibadah pemberkatan pernikahan. Selain itu, pada waktu kedua mempelai mengucapkan janji pernikahan untuk selalu setia sehidup semati, maka mereka tidak hanya mengucapkannya di depan pendeta dan jemaat yang hadir. Mereka saat itu sedang berjanji di hadapan Tuhan Yesus. Oleh karena itu, ketika ada salah satu pasangan yang melakukan perceraian, berarti mereka sedang mengingkari janji yang sudah mereka ucapkan di hadapan Tuhan. Tentu saja hal ini berdosa.
Segala hal tindakan yang dilakukan apabila itu berdosa di hadapan Tuhan, maka membawa banyak kerugian yang akan diderita oleh masing-masing pasangan. Saya mencacat sedikitnya terdapat tujuh kerugian akibat perceraian, yaitu:
Pertama, perceraian mengakibatkan berkat Tuhan dalam kehidupan pasangan yang bercerai menjadi tersumbat. Sebab perbuatan yang mereka lakukan sudah melanggar firman Tuhan. Segala perbuatan yang melanggar firman Tuhan adalah dosa dan mendatangkan kutuk. ”Tetapi jika engkau tidak mendengarkan suara TUHAN, Allahmu, dan tidak melakukan dengan setia segala perintah dan ketetapan-Nya, yang kusampaikan kepadamu pada hari ini, maka segala kutuk ini akan datang kepadamu dan mencapai engkau!” (Ul. 28:18).  
Kedua, secara rohani masing-masing pasangan akan kehilangan damai sejahtera yang dapat berujung kepada kemunduran rohani. Sebab mereka mulai melalaikan nasehat firman Tuhan terhadap diri mereka. Kehilangan damai sejahtera dan kemunduran rohani terjadi disebabkan oleh karena mereka mengeraskan hatinya dan lebih menuruti hawa nafsu kedagingan daripada mentaati firman Tuuhan.
Ketiga, anak meniru orangtuanya. Apabila kedua orangtuanya bercerai, maka ada kecenderungan anak-anak mereka juga akan bermasalah dengan pernikahan mereka dalam hal perceraian. Hampir 80% anak-anak dari keluarga yang bercerai akan mengalami hal yang sama dalam pernikahan mereka.
Keempat, menyebabkan trauma yang sulit disembuhkan. Perceraian tentu akan menorehkan luka yang dalam pada diri masing-masing pasangan. Luka ini terbawa dalam diri mereka, termasuk apabila salah satu di antara mereka akan menikah lagi. Sehingga pernikahan berikutnya pun akan berujung pada perceraian pula.
Kelima, anak-anak menjadi broken home. Anak-anak akan merasa tidak betah di rumah dan mencari tempat pelarian untuk mendapatkan kasih sayang pengganti kedua orangtuanya. Sebab orangtua mereka sudah sibuk dengan urusannya sendiri. Bahayanya, mereka dapat terjebak pada pergaulan bebas, free seks, merokok, minuman keras, narkoba, terjerumus dalam perkumpulan pengajaran sesat.
Keenam, secara sosial. Beberapa sahabat, teman, tetangga dan lingkungan sekitarnya yang dahulu menaruh respek terhadap keluarga ini perlahan-lahan akan menjauhi pasangan yang bercerai ini.
Ketujuh, kerugian secara finansial. Perceraian tidak hanya berjalan begitu saja, tanpa mengeluarkan biaya. Kedua belah pihak yang bercerai pasti mengeluarkan biaya yang cukup besar untuk mengurus perceraian mereka di pengadilan dan menyewa pengacara. Masing-masing pihak yang bercerai harus menunggu keputusan pengadilan untuk mensahkan perceraian mereka secara hukum. Selama masa menunggu ini juga mengeluarkan biaya yang tidak sedikit.

Sebenarnya masih ada beberapa kerugian lain yang akan diderita oleh masing-masing pihak yang bercerai. Tentu saja perceraian sangat merugikan suami dan isteri yang bercerai, anak-anak, keluarga pihak isteri, keluarga pihak suami, para sahabat, maupun orang-orang yang ada hubungannya dengan mereka.
Oleh karena itu, hindarilah perceraian. Sebelum pasangan muda-mudi memutuskan untuk menikah, pikirkanlah secara mendalam apakah mereka siap mengarungi bahtera rumah tangga bersama-sama. Ada badai dan gelombang persoalan rumah tangga yang menghadang di depan pernikahan mereka. Apabila merasa ada ketidakcocokan yang dianggap krusial terhadap pernikahan mereka, maka urungkanlah niat untuk menikah. Lebih baik putus selama masa pacaran daripada bercerai setelah menikah.
Selain faktor usia yang sudah memenuhi syarat untuk menikah, serta kepastian penunjang kebutuhan finansial keluarga, diperlukan juga sikap dewasa dari masing-masing pasangan. Apabila mereka menikah, maka harus mau menerima diri pasangannya apa adanya, termasuk berbagai kelemahan fisik dan jiwanya.
Agar keluarga dapat langgeng hingga maut memisahkan mereka, maka libatkanlah Roh Kudus untuk turut bekerja dalam rumah tangga tersebut. Mintalah pertolongan Tuhan dalam memecahkan setiap persoalan keluarga, sehingga konflik-konflik dapat diselesaikan secara tuntas.

Pdp. Tony Tedjo, S.Th., M.Th., D.Th (c) adalah Dosen di STT Kharisma, Ketua Asosiasi Penulis Rohani Indonesia (APRI), Ketua School Of Writing (SOW), Ketua Agape Ministry, Konselor Kristen, Penulis Buku, dapat dihubungi di 081394401799 atau 08891029556.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar