Motto: "Mencerdaskan, Memberkati, Menjangkau"

Jumat, 14 Februari 2014

SAY NO TO DIVORCE! (Part 1) (katakan tidak pada perceraian!)

Perceraian pada masa sekarang bukan lagi hal tabu untuk dibicarakan, melainkan sudah menjadi hal umum. Perceraian sudah merambah di kalangan umat Kristen, sehingga berita perceraian pasangan Kristen sudah bukan hal aneh. Usia pernikahan tidak menjamin pasangan yang sudah menikah puluhan tahun dapat tetap menjaga keutuhan keluarganya. Seperti halnya yang terjadi pada tidak aktris Lydia Ruth Elizabeth Kandou atau dikenal dengan Lydia Kandou, wanita kelahiran 21 Februari 1963 yang bercerai dengan aktor Jamal Mirdad. Sejak pernikahan merekka tahun 1986 hingga sekarang, mereka sudah dikaruniai empat anak, yaitu Naysila Mirdad, Kenang Kana Nana Mirdad, dan Nathana Ghaza. Sayangnya pernikahan yang sudah dibina selama 27 tahun harus kandas oleh perceraian. Tanggal 8 Maret 2013 Lydia Kandou menggugat suaminya bercerai. Beberapa bulan kemudian perceraian mereka resmi disahkan oleh pengadilan. Apakah orang Kristen boleh bercerai? Orang Kristen memiliki pedoman untuk menentukan nilai-nilai etika dan norma-norma yang berlaku untuk kehidupan sehari-harinya dalam Alkitab. Alkitab inilah yang menjadi pedoman hidup untuk menentukan benar atau salah, boleh atau tidak boleh dilakukan. Jika Alkitab mengatakan tidak boleh, maka dengan cara apapun juga hal tersebut tidak boleh dilakukan. Tetapi, apabila Alkitab tidak melarangnya, maka masih diijinkan untuk dilakukan. Alkitab menjawab persoalan boleh atau tidaknya orang Kristen bercerai sebagai berikut. Pada waktu Yesus ditanyakan persoalan ini, maka jawabnya ”demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah tidak boleh diceraikan manusia” (Mat. 19:6). Pernyataan tersebut sudah sangat jelas, bahwa terhadap perceraian kita harus berkata ”tidak.” Namun persoalannya di lapangan tidak semudah itu untuk mengatakan boleh atau tidak boleh bercerai. Ironisnya ada beberapa pasangan Kristen yang sudah menikah, bahkan sudah tiga puluh tahun menikah, masih saja bercerai. Sungguh amat disayangkan! Kesalahannya adalah pada waktu mereka masih berpacaran. Apa motivasi yang mendasari mereka mau menikah? Apakah penampilan fisik (cantik atau ganteng), hawa nafsu (rangsangan untuk melakukan hubungan seks yang tidak terkendali), kekayaan (punya mobil dan rumah pribadi dengan penghasilan tetap), kepandaian (pasangan yang cerdas dengan gelar akademis berderet), popularitas (numpang tenar), keturunan (karena pingin punya anak laki-laki) ataukah ada motivasi tersembunyi lain dibalik itu? Apabila sejak awal kedua pasangan ini memiliki motivasi yang salah, maka ke depannya menjadi semakin fatal. Sebab semua motivasi yang diinginkan di atas hanyalah semu dan sementara sifatnya. Apabila keadaan sudah berubah, tidak lagi seperti yang diinginkan, apakah masih tetap setia terhadap pasangan kita? Anda dapat menjawabnya sendiri. Jika kesalahan terletak pada masa berpacaran, berarti masing-masing pasangan harus benar-benar mempertimbangkan secara matang untuk melanjutkan hubungan mereka ke jenjang pernikahan. Apabila suatu pernikahan terlalu dipaksakan, maka jalannya pernikahan akan terseok-seok. Akhirnya, berakhir dengan perceraian. Bagaimana langkah antisipasi agar sebisa mungkin tidak terjadi perceraian? Ada beberapa saran: Pertama, landasilah hubungan berpacaran Anda dengan ”takut akan Tuhan.” Apabila hal ini dilakukan, maka masing-masing pasangan bertanggung jawab ataas perbuatannya bukan kepada orangtua atau pasangannya, melainkan kepada Tuhan. Sebab mata Tuhan melihat perbuatan setiap orang dan akan membalaskannya sesuai dengan perbuatan masing-masing. Kedua, usahakan mengikuti kelas bimbingan pra nikah secara sungguh-sungguh dan jangan terlalu cepat (minimal 12 kali pertemuan bimbingan), supaya lebih matang. Ketiga, pastikan diri Anda siap untuk menerima pasanganmu apa adanya, kelebihan maupun kekurangannya. Jangan hanya menuntut kelebihannya, tetapi tidak mau menerima keterbatasannya. Keempat, landasilah hubungan Anda dengan kasih. Sebab kasih menutupi banyak sekali dosa. Mungkin masa-masa berpacaran, rasanya semua indah dan menyenangkan. Namun begitu sudah berkeluarga, keadaannya dapat saja berubah 180 derajat. Terjadi konflik-konflik kecil, mungkin sesekali mengalami konflik besar. Bagaimana solusi mengatasi persoalan tersebut. Perceraian bukanlah jalan pintas untuk menyelesaikan masalah pernikahanmu. Kelima, ingatlah selalu janji pernikahan Anda untuk sehidup semati bersama pasangan Anda yang sudah diikrarkan bersama di depan altar gereja di hadapan pendeta dan jemaat yang menjadi saksi pernikahan Anda. Keenam, apabila setelah menikah terjadi berbagai konflik maka selesaikankanlah dengan pikiran sehat. Jangan saling mempertahankan ego masing-masing dan merasa diri yang paling benar. Berinisiatiflah untuk meminta maaf terlebih dahulu kepada pasangan Anda, supaya suasana menjadi rukun kembali. Selain itu, untuk menghindari hal-hal yang dapat mengadu domba karena berita gosip, milikilah komunikasi yang sehat. Sehingga menghindari kesalahpahaman karena adanya mis komunikasi. Sebenarnya perceraian tidak perlu terjadi dalam sebuah keluarga Kristen, apalagi keluarga tersebut sudah berumah tangga selama puluhan tahun. Untuk menjaga keutuhan rumah tangga diperlukan saling pengertian satu sama lain. Memang, beberapa perbedaan seperti sifat, karakter maupun latar belakang budaya masing-masing pasangan berbeda. Namun, perbedaan tersebut bukan untuk dibesar-besarkan dan kemudian dijadikan alasan untuk bercerai. Apabila perbedaan-perbedaan tersebut dirasakan akan mengganggu hubungan rumah tangga mereka, maka sejak awal seharusnya sudah diantisipasi. Bahkan, kalau perlu jangan menikah dengan orang tersebut. Apabila sudah mengambil keputusan untuk menikah dengannya, maka terimalah segala keberadaan diri pasangan kita baik kelebihan maupun kekurangannya. Pegang teguh janji pernikahan di hadapan Tuhan dan jemaat yang diucapkan sewaktu upacara pernikahan di gereja. ”Berjanji untuk sehidup semati bersama dengan pasangan kita. Hanya maut yang dapat memisahkan kita dengan pasangan kita.” Untuk itu, libatkan Tuhan dalam rumah tangga kita. Mintalah Roh Kudus untuk memimpin dan membimbing seluruh anggota keluarga kita. Sehingga tercipta rumah tangga yang harmonis dan menjadi berkat bagi orang lain. (Bersambung) Pdp. Tony Tedjo, S.Th., M.Th., D.Th (c) adalah dosen di STT Kharisma, Ketua Asosiasi Penulis Rohani Indonesia (APRI), Ketua dan Pengajar SOW, Penulis buku, Ketua Agape Ministry, konselor Kristen. Dapat dihubungi di 081394401799; 081910232188; PIN BB 22441169.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar